This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, August 12, 2011

Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa Bagi Seorang Muslim


SAKIT DAN MUSIBAH ADALAH PENGHAPUS DOSA BAGI SEORANG MUSLIM




ap_switzerland_070628_ssh
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati kita semua- telah menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).

Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa Ta’lil hal 452).
Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim :
1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah Azza wa Jalla
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah (QS. At-Taghaabun : 11).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no. 2653).
2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.
Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).
Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.
(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 576).
Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.
(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Shohih Jami’is Shoghir no.1870).
Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).
Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka”. (HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash Shohihah no. 1821).
Janganlah kamu mencaci-maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no. 2575).
Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678). Dan yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam yang bersabda :
Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”.
(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 1172).
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan ath-Thabrani dalam Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’, Fathul Baari : X/78-79).
3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah

Sunday, August 7, 2011

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa

By Hal-hal yang membatalkan puasa, antara lain :
  • Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
  • Jima’ (bersenggama).
  • Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
  • Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
  • Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
  • Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam .
Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha. ” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan : “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka ia tidak (wajib) mengganti puasanya).” DiriwayatRan oleh Al-Harbi dalamGharibul Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu’ dan dishahihRan oleh AI-Albani dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
  • Murtad dari Islam -semoga Allah melindungi kita darinya. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta’ala: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “(Al-An’aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
Kewajiban orang yang berpuasa :
Orang yang berpuasa, juga lainnya, wajib menjauhkan diri dari perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu domba), laknat mendo’akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki. Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang haram.
Puasa yang disunatkan :
Disunatkan puasa 6 hari pada bulan Syawwal, 3 hari pada setiap bulan (yang afdhal yaitu tanggal 13, 14 dan 15; disebut shaumul biidh), hari Senin dan Kamis, 9 hari pertama bulan Dzul Hijjah (lebih ditekankan tanggal 9, yaitu hari Arafah), hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram) ditambah sehari sebelum atau sesudahnya untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya yang mulia serta menyelisihi kaum Yahudi.

Berpuasa Tapi Meninggalkan Sholat

By
Barangsiapa berpuasa tapi meninggalkan shalat, berarti ia meninggalkan rukun terpenting dari rukun-rukun Islam setelah tauhid. Puasanya sama sekali tidak bermanfaat baginya, selama ia meninggalkan shalat. Sebab shalat adalah tiang agama, di atasnyalah agama tegak. Dan orang yang meninggalkan shalat hukumnya adalah kafir. Orang kafir tidak diterima amalnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir. ” (HR. Ahmad dan Para penulis kitab Sunan dari hadits Buraidah radhiallahu ‘anhu) At-Tirmidzi berkata : Hadits hasan shahih, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya.
Jabir radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
(Batas) antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Tentang keputusan-Nya terhadap orang-orang kafir, Allah berfirman :
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan. “(Al-Furqaan: 23).
Maksudnya, berbagai amal kebajikan yang mereka lakukan dengan tidak karena Allah, niscaya Kami hapus pahalanya, bahkan Kami menjadikannya sebagai debu yang beterbangan.
Demikian pula halnya dengan meninggalkan shalat berjamaah atau mengakhirkan shalat dari waktunya. Perbuatan tersebut merupakan maksiat dan dikenai ancaman yang keras. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. ” (Al-Maa’un: 4-5).
Maksudnya, mereka lalai dari shalat sehingga waktunya berlalu. Kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengizinkan shalat di rumah kepada orang buta yang tidak mendapatkan orang yang menuntunnya ke masjid, bagaimana pula halnya dengan orang yang pandangannya tajam dan sehat yang tidak memiliki udzur.?
Berpuasa tetapi dengan meninggalkan shalat atau tidak berjamaah merupakan pertanda yang jelas bahwa ia tidak berpuasa karena mentaati perintah Tuhannya.Jika tidak demikian, kenapa ia meninggalkan kewajiban yang utama (shalat)? Padahal kewajiban-kewajiban itu merupakan satu rangkaian utuh yang tidak terpisah-pisah, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain.
Catatan Penting:
Setiap muslim wajib berpuasa karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena riya’ (agar dilihat orang), sum’ah (agar didengar orang), ikut-ikutan orang, toleransi kepada keluarga atau masyarakat tempat ia tinggal. Jadi, yang memotivasi dan mendorongnya berpuasa hendaklah karena imannya bahwa Allah mewajibkan puasa tersebut atasnya, serta karena mengharapkan pahala di sisi Allah dengan puasanya.
Demikian pula halnya dengan Qiyam Ramadhan (shaiat malam/tarawih), ia wajib menjalankannya karena iman dan mengharap pahala Allah, tidak karena sebab lain. Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, barangsiapa melakukan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan barangsiapa melakukan shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. ” (Muttafaq ‘Alaih).
Secara tidak sengaja, kadang-kadang orang yang berpuasa terluka, mimisan (keluar darah dari hidung), muntah, kemasukan air atau bersin di luar kehendaknya. Hal-hal tersebut tidak membatalkan puasa. Tetapi orang yang sengaja muntah maka puasanya batal, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha’ atasnya, Ctetapi) barangsiapa sengaja muntah maka ia wajib mengqadha’ puasanya. ” (HR.Imam Lima kecuali An-Nasa’i) (Al Arna’uth dalam Jaami’ul Ushuul, 6/29 berkata : “Hadits ini shahih.”)
Orang yang berpuasa boleh meniatkan puasanya dalam keadaan junub (hadats besar), kemudian mandi setelah terbitnya fajar. Demikian pula halnya dengan wanita haid, atau nifas, bila sudi sebelum fajar maka ia wajib berpuasa. Dan tidak mengapa ia mengakhirkan mandi hingga setelah terbit fajar, tetapi ia tidak boleh mengakhirkan mandinya hingga terbit matahari. Sebab ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbitnya matahari, karena waktu Shubuh berakhir dengan terbitnya matahari.
Demikian pula halnya dengan orang junub, ia tidak boleh mengakhirkan mandi hingga terbitnya matahari. Ia wajib mandi dan shalat Shubuh sebelum terbit matahari. Bagi laki-laki wajib segera mandi, sehingga ia bisa mendapatkan shalat jamaah.
Di antara hal-hal yang tidak membatalkan puasa adalah: pemeriksaan darah, (Misalnya dengan mengeluarkan sample (contoh) darah dari salah satu anggota tubuh) suntik yang tidak dimaksudkan untuk memasukkan makanan. Tetapi jika memungkinkan- melakukan hal-hal tersebut pada malam hari adalah lebih baik dan selamat, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Tinggalkan apa yang membuatmu ragu, kerjakan apa yang tidak membuatmu ragu. ” (HR. An- Nasa’i dan At-Tirmidzi, ia berkata: hadits hasan shahih)
Dan beliau juga bersabda :
“Barangsiapa menjaga (dirinya) dari berbagai syubhat maka sungguh dia telah berusaha menyucikan agama dan kehormatannya.” ( Muttafaq ‘Alaih)
Adapun suntikan untuk memasukkan zat makanan maka tidak boleh dilakukan, sebab hal itu termasuk kategori makan dan minum. (Lihat kitab Risaalatush Shiyaam, oleh Syaikh Abdul Azis bin Baz, hlm. 21-22)
Orang yang puasa boleh bersiwak pada pagi atau sore hari. Perbuatan itu sunnah, sebagaimana halnya bagi mereka yang tidak dalam keadaaan puasa.

19 Tanda Gagal Ramadhan


 Di bulan Ramadhan, pintu neraka ditutup dan pintu syurga dibuka lebar-lebar. Namun banyak orang gagal mendapatkan kemuliaannya. Di bawah ini kiat-Kiat menghindarinya gagalnya Ramadhan

1. Kurang melakukan persiapan di bulan Sya’ban.
Misalnya, tidak tumbuh keinginan melatih bangun malam dengan shalat tahajjud. Begitupun tidak melakukan puasa sunnah Sya’ban, sebagaimana telah disunnahkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits Bukhari dan Muslim, dari Aisyah Radhiallaahu ‘anha berkata, ”Saya tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Sya’ban.”
2. Gampang mengulur shalat fardhu.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih.” (Maryam: 59)
Menurut Sa’id bin Musayyab, yang dimaksud dengan tarkush-shalat (meninggalkan shalat) ialah tidak segera mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya, shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit matahari. Orang yang bershiyam Ramadhan sangat disiplin menjaga waktu shalat, karena nilainya setara dengan 70 kali shalat fardhu di bulan lain.
3. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah merupakan ciri orang yang shalih.
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya:90)
“Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya.” (Hadits Qudsi)
4. Kikir dan rakus pada harta benda.
Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.
Mendekat kepada Allah Subhaanahu wa ta’ala, akan menguatkan sifat utama kemanusiaan (Insaniyah).
5. Malas membaca Al-Qur’an.
Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an.
“Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an.” (HR Baihaqi)
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
6. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda: “Orang kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”
Dalam hadits lain beliau bersabda: “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
7. Gemar bicara sia-sia dan dusta.
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta perbuatan Az-Zur, maka Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah)
Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata: “Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia.” (Al Muhalla VI: 178) Ciri orang gagal memetik buah Ramadhan kerap berkata di belakang hatinya. Kalimat-kalimatnya tidak ditimbang secara masak: “Bicara dulu baru berpikir, bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan.”
8. Memutuskan tali silaturrahim.
Ketika menyambut datangnya Ramadhan Rasulullah Saw bersabda: “…Barangsiapa menyambung tali persaudaraan (silaturrahim) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya…” Puasa mendidik pribadi-pribadi untuk menumbuhkan jiwa kasih sayang dan tali cinta.
Pelaku shiyam jiwanya dibersihkan dari kekerasan hati dan kesombongan, diganti dengan perangai yang lembut, halus dan tawadhu. Apabila ada atau tidak adanya Ramadhan tidak memperkuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan, itu tanda kegagalan.
9. Menyia-nyiakan waktu.
Al-Qur’an mendokumentasikan dialog Allah Swt dengan orang-orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bermain-main.
“Allah bertanya: ‘ Berapa tahunkan lamanya kamu tinggal di bumi?’
Mereka menjawab: ‘Kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari. maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’
Allah berfirman: ‘Kamu tidak tingal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. "Maka apakah kamu mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang sebenarnya; tidak Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan yang mempunyai ‘Arsy yang mulia.” (Al-Mu’minun: 112-116)
Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
10. Labil dalam menjalani hidup.
Labil alias perasaan gamang, khawatir, risau, serta gelisah dalam menjalani hidup juga tanda gagal Ramadhan. Pesan Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya telah datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Allah telah memfardhukan atas kamu berpuasa di dalamnya. Dibuka semua pintu surga, dikunci semua pintu neraka dan dibelenggu segala syetan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa tiada diberikan kebajikan malam itu, maka sungguh tidak diberikan kebajikan atasnya.” (HR Ahmad, Nasa’i, Baihaqi dari Abu Hurairah)
Bila seseorang meraih berkah bulan suci ini, jiwanya mantap, hatinya tenteram, perasaannya tenang dalam menghadapi keadaan apapun.
11. Tidak bersemangat mensyiarkan Islam.
Salah satu ciri utama alumnus Ramadhan yang berhasil ialah tingkat taqwa yang meroket. Dan setiap orang yang ketaqwaannya semakin kuat ialah semangat mensyiarkan Islam. Berbagai kegiatan ‘amar ma’ruf nahiy munkar dilakukannya, karena ia ingin sebanyak mungkin orang merasakan kelezatan iman sebagaimana dirinya. Jika semangat ini tak ada, gagal lah Ramadhan seseorang.
12. Khianat terhadap amanah.
Shiyam adalah amanah All
ah yang harus dipelihara (dikerjakan) dan selanjutnya dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya kelak.
Shiyam itu ibarat utang yang harus ditunaikan secara rahasia kepada Allah. Orang yang terbiasa memenuhi amanah dalam ibadah sir (rahasia) tentu akan lebih menepati amanahnya terhadap orang lain, baik yang bersifat rahasia maupun yang nyata. Sebaliknya orang yang gagal Ramadhan mudah mengkhianati amanah, baik dari Allah maupun dari manusia.
13. Rendah motivasi hidup berjama’ah.
Frekuensi shalat berjama’ah di masjid meningkat tajam selama Ramadhan. Selain itu, lapar dan haus menajamkan jiwa sosial dan empati terhadap kesusahan sesama manusia, khususnya sesama Muslim. Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang berjuang secara berjama’ah, yang saling menguatkan.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam saatu barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaf: 4) Ramadhan seharusnya menguatkan motivasi untuk hidup berjama’ah.
14. Tinggi ketergantungannya pada makhluk.
Hawa nafsu dan syahwat yang digembleng habis-habisan selama bulan Ramadhan merupakan pintu utama ketergantungan manusia pada sesama makhluk. Jika jiwa seseorang berhasil merdeka dari kedua mitra syetan itu setelah Ramadhan, maka yang mengendalikan dirinya adalah fikrah dan akhlaq. Orang yang tunduk dan taat kepada Allah lebih mulia dari mereka yang tunduk kepada makhluk.
15. Malas membela dan menegakkan kebenaran.
Sejumlah peperangan dilakukan kaum Muslimin melawan tentara-tentara kafir berlangsung di bulan Ramadhan. Kemenangan Badar yang spektakuler itu dan penaklukan Makkah (Futuh Makkah) terjadi di bulan Ramadhan. Di tengah gelombang kebathilan dan kemungkaran yang semakin berani unjuk gigi, para alumni akademi Ramadhan seharusnya semakin gigih dan strategis dalam membela dan menegakkan kebenaran. Jika bulan suci ini tidak memberi bekal perjuangan baru yang bernilai spektakuler, maka kemungkinan besar ia telah meninggalkan kita sebagai pecundang.
16. Tidak mencintai kaum dhuafa.
Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti Anda perlu segera instrospeksi.
17. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak istighfar dan memberikan sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
18. Sibuk mempersiapkan Lebaran.
Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan logistik menjelah Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.
19. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.
Secara harfiah makna Idul Fitri berarti “hari kembali ke fitrah”. Namun kebanyakan orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari “penjara” Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya, ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi Allah secara lebih profesional.
Kesadaran penuh akan kehidupan dunia yang berdimensi akhirat harus berada pada puncaknya saat Iedul Fitri, dan bukan sebaliknya.*

Tuesday, August 2, 2011

Indahnya bulan Ramadhan ( Tentang Puasa dan Yang membatalkan puasa)



"Senyum indah Ramadhan sudah mulai Nampak, melambaikan tangan ingin segera menyapa hati. Tiada kata yang dapat mewakili rasa bahagia saat Ramadhan tiba, kecuali ucapan hamdalah.

Sahabat yang dirahmati, terima kasih kita kepada Allah swt yang telah memberikan usia, hingga kita bertemu dengan Ramadhan bulan dimana dibukanya pintu-pintu syurga, dan ditutupnya pintu-pintu neraka. Sebagaimana sebuah hadis menyatakan,

“Jika masuk bulan Ramadhan, dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, dan setan-setan dibelenggu.” (H.R Bukhari)

Dibuka pintu-pintu syurga, maksudnya adalah ibadah pada bulan Ramadhan nilainya berlipat ganda bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Kalau kita mengisinya secara optimal, akan terbuka lebar pintu-pintu syurga, otomatis pintu neraka pun tertutup karena peluang maksiat berkurang.

Dengan demikian setan pun terbelenggu karena banyak umat yang meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahnya dan pada akhirnya dosa-dosa berguguran dan insya Allah kita akan mendapatkan rahmat dan ampunanNya.

Ibadah puasa dilakukan satu bulan sekali dalam satu tahun dan dalam melakukan ibadah puasa terdapat tatacaranya sendiri sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Rasulullah saw, agar puasa kita tidak sia-sia.

Namun sering kita menjumpai di sepanjang bulan Ramadhan perdebatan antara hal-hal yang menjadi pembatal puasa dan yang bukan menjadi pembatal puasa. Ok, mari kita bahas satu persatu apa saja yang menjadi pembatal puasa dan yang bukan pembatal puasa.

Ada diantara sahabat yang berpendapat bahwa beberapa aktivitas dapat membatalkan puasa, padahal kalau kita merujuk pada keterangan-keterangan yang sahih dari nabi saw, ternyata hal tersebut tidak membatalkan puasa. Apa sajakah itu?

1. Gosok Gigi
Islam memerintahkan kita menjaga kebersihan, salah satunya dengan menjaga kebersihan gigi. Karena itu, menggosok gigi tetap dianjurkan walaupun sedang puasa. Rasulullah saw selalu menggosok giginya walaupun sedang puasa. Amir bin Rabi’ah r.a mengatakan,
“Aku melihat Rasulullah saw menggosok gigi padahal beliau sedang puasa.” (H.R Ahmad dan Bukhari).

2. Muntah dan mimpi basah
Orang yang muntah dan mimpi basah, puasanya tidak batal karena itu diluar kemampuan dirinya.
“Tidak batal orang yang muntah, yang mimpi hubungan seks, dan berbekam (diambil darah).” (H.R Abu Daud).
Allah swt tidak membebani di luar kemampuan hambaNya sebagaimana FirmanNya.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." (Q.S Al Baqarah[2]: 286)

3. Mencium Istri
Istri Rasulullah saw Ummu Salamah r.a. mengatakan,
“Nabi saw menciumku padahal beliau sedang puasa.” (H.R. Tirmidzi)
Bahkan dalam hadis lain disebutkan,
Diriwayatkan dari Aisyah r.a., “Nabi saw memeluk dan mencium (istrinya) ketika sedang berpuasa, dan Nabi saw lebih mampu menahan diri dari siapapun di antara kalian.” (H.R. Bukhari).

4.Diambil dara (donor darah)
Diambil darah saat puasa untuk keperluan laboratorium atau sebagai donor darah, tidak membatalkan puasa kecuali jika dengan donor darah tubuh menjadi lemah (drop), dibolehkan untuk berbuka. Rasulullah saw pernah berbekam (diambil darahnya) saat puasa. Ibnu Abbas r.a menyatakan, “Nabi saw berbekam (diambil darah) ketika beliau puasa.” (H.R Bukhari)

5. Mandi di siang hari
Kalau cuaca sangat panas kemudian kita ingin meredakannya dengan menuangkan air ke seluruh tubuh (mandi/renang), tidak membatalkan puasa, sebagaimana dijelaskan seorang sahabat Rasulullah saw,
“Aku melihat Rasulullah saw menuangkan air di kepalanya ketika puasa karena cuaca panas.” (H.R Ahmad).

6. Kumur-kumur
Umar r.a. berkata, suatu hari aku merasa gembira kemudian aku mencium (istriku) padahal aku sedang puasa, lalu aku mendatangi nabi saw kataku, “Hari ini saya melakukan kesalahan besar, saya mencium istri padahal sedang puasa. “Rasulullah saw bersabda, “Apa pendapatmu jika engkau berkumur-kumur dengan air, padahal engkau puasa?”Aku menjawab, “Tidak apa-apa” nabi bersabda, “Lalu mengapa?” (H.R Ahmad dan Abu Daud).

Lalu apa yang dapat membatalkan puasa?

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (Q.S Al Baqarah[2]: 187).

[115] I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.

Yang dimaksud nyata garis putih dari garis hitam berupa fajar adalah waktu shubuh. Artinya, pada malam hari kita diperbolehkan makan, minum, berhubungan intim,dll. Namun saat subuh tiba, semuanya harus dihentikan hingga dating waktu maghrib. Artinya apabila makan, minum dan hubungan seks dilakukan siang hari, puasanya batal.

Merujuk keterangan diatas, bisa disimpulkan bahwa yang membatalkan puasa adalah makan, minum, hubungan intim (seks), dan haid atau nifas.

Perlu diingat, bergosip, marah-marah tanpa jelas juntrungannya, atau berdua-duaan di pojok kantin sekolah atau tempat kerja dalam hadis di atas memang tidak masuk dalam kategori perbuatan yang membatalkan puasa.

Tapi ingat, melakukan perbuatan-perbuatan itu dapat mengurangi nilai puasa yang kita lakukan. Harusnya puasa kita mendapatkan pahala 100% tapi karena sering bergosip, nilai pahalanya Cuma 70%, 50%, 10% atau bahkan bisa jadi minus.

Itupun jika puasa kita ditrima dan bernilai..mengingat itu hanya Alloh SWT yang tahu...jadi jangan berani-berani berandai-andai,,apalagi berkeyakinan "dapat 50% juga gpp!"..jangan-jangan iman jadi terpuruk dan nilai 0 puasa dan dosa yang didapatkan..

So, Ramadhan didepan menanti, mari kita siapkan tempat yang terindah baginya dengan amal-amal kita dan hati yang bersih untuk menggapai keagungannya. Wallahu a’lam bishawab.
Semoga bermanfaat.

Meraih Ampunan Allâh Al-Ghafûr di Bulan Ramadhân

(Tazkiyatun Nufus: Majalah As-Sunnah Edisi 06-07 Tahun XIII)

Di antara nama Allâh Ta'âla adalah al-Ghafûr (Yang Maha Pengampun), dan di antara sifat-sifat-Nya adalah maghfirah (memberi ampunan). Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan Allâh Ta'âla dari dosa-dosa mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam kubangan dosa.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
hadist
Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allâh akan melenyapkan kalian,
dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa,
lalu mereka akan memohon ampun kepada Allâh,
lalu Dia akan mengampuni mereka.

(HR. Muslim, no. 2749)

Dosa telah ditakdirkan pada manusia dan pasti terjadi. Allâh Ta'âla telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ‘ujub (mengagumi diri sendiri), ghurûr (terperdaya dengan amalan pribadi) dan kesombongan.

Dosa-dosa banyak diampuni di bulan Ramadhân, karena bulan itu merupakan bulan rahmat, ampunan, pembebasan dari neraka, dan bulan untuk melakukan kebaikan. Bulan Ramadhân juga merupakan bulan kesabaran yang pahalanya adalah surga.
Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs az-Zumar/39:10)
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang
dicukupkan pahala tanpa batas.

(Qs az-Zumar/39:10)

Puasa adalah perisai dan penghalang dari dosa dan kemaksiatan serta pelindung dari neraka. Dalam hadits shahîh dijelaskan:
hadist
Sesungguhnya Nabi mengucapkan amîn sebanyak tiga kali tatkala Jibril berdoa.
Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasûlullâh! Engkau telah mengucapkan amîn”.
Beliau menjawab: “Jibril telah mendatangiku, kemudian ia berkata:
“Celakalah orang yang menjumpai Ramadhân lalu tidak diampuni”.
Maka aku menjawab: “Amîn”.
Ketika aku menaiki tangga mimbar kedua maka ia berkata:
“Celakalah orang yang disebutkan namamu di hadapannya
lalu tidak mengucapkan salawat kepadamu”.
Maka aku menjawab: “Amîn”.
Ketika aku menaiki anak tangga mimbar ketiga, ia berkata:
“Celakalah orang yang kedua orang tuanya mencapai usia tua berada di sisinya,
lalu mereka tidak memasukkannya ke dalam surga”.
Maka aku jawab: “Amîn”.
[1]

Seorang Muslim yang berusaha mendapatkan ampunan dosa, akan berbahagia dengan adanya amalan-amalan shalih agar Allâh Ta'âla menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan bisa menghapus kejelekan. Sebab-sebab ampunan yang disyariatkan itu di antaranya:

1. TAUHID
Inilah sebab teragung. Siapa yang tidak bertauhid, maka kehilangan ampunan dan siapa yang memilikinya maka telah memiliki sebab ampunan yang paling agung.
Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs an-Nisâ‘/4:48)
Sesungguhnya Allâh tidak akan mengampuni dosa syirik,
dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu,
bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

(Qs an-Nisâ‘/4:48)

Siapa saja yang membawa dosa sepenuh bumi bersama tauhid, maka Allâh Ta'âla akan memberikan ampunan sepenuh bumi kepadanya. Namun, hal ini berhubungan erat dengan kehendak Allâh Ta'âla. Apabila Dia Ta'ala berkehendak, akan mengampuni. Dan bisa saja, Dia Ta'ala berkehendak untuk menyiksanya. Siapa yang merealisasikan kalimatut tauhîd di hatinya, maka kalimatut tauhîd tersebut akan mengusir kecintaan dan pengagungan kepada selain Allâh Ta'âla dari hatinya. Ketika itulah dosa dan kesalahan dihapus secara keseluruhan, walaupun sebanyak buih di lautan.
‘Abdullâh bin ‘Amr radhiyallâhu'anhu meriwayatkan bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
“Sesungguhnya Allâh akan menyendirikan seorang dari umatku
(untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat.
Lalu Allâh menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya.
Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang.
Kemudian Allâh berfirman:
“Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”.
Maka ia pun menjawab: “Tidak wahai Rabbku”.
Lalu Allâh berfirman lagi: “Apakah kamu memiliki udzur?”
Ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabb”.
Lalu Allâh berfirman: “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami,
tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”.
Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain.
Kemudian Allâh berfirman: “Masukanlah dalam timbangan!”
Ia pun berkata: “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?”
Maka Allâh berfirman: “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
“Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan
dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain.
Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat.
Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allâh”
.[2]

Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam dalam hadits Qudsi menyatakan:
hadist
Allâh berfirman:
"Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi
kemudian kamu menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik)
tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan.

(HR Muslim)

Ini adalah keutamaan dan kemurahan dari Allâh Ta'âla dengan pengampunan seluruh dosa yang ada pada lembaran-lembaran tersebut dengan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid adalah kalimat ikhlas yang menyelamatkan pemiliknya dari adzab. Allâh Ta'âla menganugerahinya surga dan menghapus dosa-dosa yang seandainya memenuhi bumi; namun hamba tersebut telah mewujudkan tauhid, maka Allâh Ta'âla menggantikannya dengan ampunan.

2. DOA DENGAN PENGHARAPAN
Allâh Ta'âla memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya.
Allâh Ta'âla berfirman:
(Qs Ghâfir/40:60)
Dan Rabbmu berfirman:
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.

(Qs Ghâfir/ 40:60)

Doa adalah ibadah. Doa akan dikabulkan apabila memenuhi kesempurnaan syarat dan bersih dari penghalang-penghalang. Kadangkala, pengabulan itu tertunda, karena sebagian syarat tidak terpenuhi atau adanya sebagian penghalangnya.
Di antara syarat dan adab terkabulnya doa adalah kekhusyukan hati, mengharapkan ijâbah dari Allâh Ta'âla , sungguh-sungguh dalam meminta, tidak menyatakan insya Allâh (Ya Allâh Ta'âla, kabulkanlah permintaanku bila Engkau menghendakinya-red), tidak tergesa-gesa mengharap pengabulan, memilih waktu-waktu dan keadaan yang mulia, mengulang-ulang doa tiga kali dan memulainya dengan pujian kepada Allâh Ta'âla dan shalawat, berusaha memilih makanan dan minuman yang halal dan lain-lain. Di antara permohonan terpenting yang dipanjatkan seorang hamba kepada Rabb-nya yaitu permohonan agar dosa-dosanya diampuni atau pengaruh dari pengampunan dosa seperti diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda kepada seseorang yang berujar: “Saya tidak mengetahui do'amu dengan perlahan yang juga dilakukan Mu’âdz.”
hadist
Permohonan kami di seputar itu. [3]

Maksudnya doa kami itu berkisar pada permohonan agar dimasukkan surga dan diselamatkan dari neraka.
Abu Muslim al-Khaulâni rahimahullâh mengatakan:
“Tidaklah datang kesempatan berdoa kepadaku,
kecuali saya jadikan doa itu permohonan agar dilindungi dari api neraka.”

3. ISTIGHFÂR (MEMOHON AMPUNAN)
Permohonan ampun ini merupakan pelindung dari adzab, penjaga dari setan, penghalang dari dari kegelisahan, kefakiran dan penderitaan, pengaman dari masa paceklik dan dosa; meskipun dosa-dosa seseorang telah menggunung sampai menyentuh langit.
Dalam hadits Anas bin Malik radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda bahwa Allâh Ta'âla berfirman :
hadist
hadist
“Wahai bani Adam,
sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku,
maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu
dan Aku tidak akan peduli;
Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit,
kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku,
Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli;
Wahai bani Adam,
seandainya engkau datang kepada-Ku
dengan membawa kesalahan seukuran bumi
kemudian engkau datang menjumpai-Ku
dalam keadaan tidak berbuat syirik
atau menyekutukanKu dengan apapun juga,
maka sungguh Aku akan datang kepadamu
dengan membawa ampunan seukuran bumi juga.

(HR. at-Tirmidzi)

Membaca istighfâr adalah penutup terbaik bagi berbagai amalan, umur, serta penutup majelis.

4. BERPUASA DI SIANG HARI DAN SHALAT MALAM KARENA IMAN, MENGHARAPKAN BALASAN PAHALA DARI ALLAH TA'ALA, IKHLAS SERTA DALAM RANGKA TAAT KEPADA ALLAH TA'ALA
Dia berpuasa bukan dengan niat mengikuti orang banyak, juga tidak untuk mendapatkan sanjungan orang, tidak untuk melestarikan adat atau supaya sehat; juga tidak berniat pamer serta tidak untuk mensukseskan urusan duaniawi. Dia juga tidak berniat untuk mendoakan keburukan yang tidak pantas buat seorang Muslim. Dia melaksanakan ibadah puasa terdorong oleh niat beriman kepada Allâh Ta'âla, merealisasikan ketaatan kepada-Nya dan mengharapkan pahala dari Allâh Ta'âla.
Dalam sebuah hadits dinyatakan :
hadist
Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala,
maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.

(al-Bukhâri dan Muslim)
Alangkah luar biasanya seorang yang melaksanakan ibadah puasa lalu keluar dari ibadahnya dalam keadaan sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibundanya, yaitu tidak menanggung dosa dan berhati suci.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
hadist
“Sesungguhnya Allâh mewajibkan puasa Ramadhân
dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya.
Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa
dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala,
niscaya dia keluar dari dosa-dosanya
sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya."
[4]
Dengan melaksanakan semua ini berarti seorang Muslim telah menjaga waktu siangnya dengan puasa, memelihara waktu malamnya dengan shalat tarawih serta berusaha mendapatkan ridha Allâh Ta'âla.

5.
MELAKSANAKAN SHALAT MALAM PADA LAILATUL QADAR KARENA IMAN DAN INGIN MENDAPATKAN PAHALA
Lailatul Qadar adalah suatu malam yang Allâh Ta'âla muliakan, melebihi semua malam lainnya, suatu malam saat Allâh Ta'âla menurunkan kitab-Nya. Allâh Ta'âla berfirman :
(Qs al-Qadr/97:1)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur‘ân) pada malam kemuliaan.
(Qs al-Qadr/97:1)

Allâh Ta'âla menjadikan Lailatul Qadar ini lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam ini para malaikat turun dan menjadikannya malam keselamatan dari segala keburukan dan dosa. Allâh Ta'âla mengkhususkan satu surat dalam al-Qur’ân yang membicarakan tentang malam ini. Orang yang terhalang dari berbagai kebaikan pada malam ini berarti dia terhalang dari semua kebaikan.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam pernah mencari Lailatul Qadar ini pada seluruh hari pada bulan Ramadhân, karena Beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam pernah beri’tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhân, kemudian sepuluh hari kedua dan sepuluh hari terakhir. Orang yang ingin mendapatkan keberuntungan, maka dia akan antusias untuk melaksanakan shalat malam pada malam yang lebih baik dari delapan puluh tiga tahun dan empat bulan tersebut.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
hadist
Barangsiapa melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhân
karena iman dan ingin mendapatkan pahala,
maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat.

(al-Bukhâri dan Muslim)

Untuk mendapatkan ampunan di malam itu, tidak disyaratkan untuk menyaksikannya secara langsung. Namun syaratnya adalah orang melakukan qiyamul lail sebagaimana tertuang dalam hadits tersebut.

6. BERSEDEKAH
Bersedekah termasuk salah satu qurbah (ibadah yang mendekatkan diri) yang agung di hadapan Allâh Ta'âla. Dengannya, seorang hamba memperoleh kebaikan, sesuai dengan firman Allâh Ta'âla:
(Qs Ali Imrân/3:92)
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allâh mengetahuinya.

(Qs Ali Imrân/3:92)

Dalam hadits Mu’âdz radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
hadist
“Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan?
Puasa adalah perisai.
Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api.
Dan shalat seseorang di kegelapan malam …”

(at-Tirmidzi no: 2541)
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam orang yang sangat dermawan. Dan Beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhân saat beliau berjumpa dengan malaikat Jibril. Saat itu beliau lebih berbaik hati daripada angin yang bertiup sepoi-sepoi. Di antara bentuk sedekah terbaik adalah memberi makan orang yang puasa (ifthârus shâim). Disebutkan dalam hadits:
hadist
“Barang siapa memberi buka puasa bagi orang yang puasa
maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.”

(HR. at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni)
Pahala orang yang bersedekah dilipat-gandakan sampai tujuh ratus lipat dan kelipatan yang lebih banyak lagi. Di bulan Ramadhân, penggandaan pahala itu semakin besar. Di antara pemandangan yang sangat menarik, antusiasme orang di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dan masjid-masjid lainnya untuk memberi buka puasa bagi kaum Muslimin di bulan Ramadhân.

7. MELAKUKAN UMRAH
Ibadah umrah termasuk faktor yang menggugurkan dosa-dosa.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda:
hadist
“Ibadah umrah ke ibadah umrah (berikutnya) adalah penggugur dosa antara keduanya.
Dan pahala haji mabrur tiada lain adalah surga”

(al-Bukhâri no: 1650)
Umrah di bulan Ramadhân pahalanya lebih besar daripada di bulan-bulan lainnya. Dari Ibnu Abbâs radhiyallâhu'anhu, Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam sehabis pulang dari haji Wada’ berkata kepada seorang wanita dari Anshar bernama Ummu Sinân :
“Apa yang menghalangimu untuk berhaji (denganku).”
Ia menjawab: “Abu Fulan (suaminya) memiliki dua onta.
Salah satu dipakainya untuk berhaji dan yang lain untuk mengairi persawahan.”
Maka Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:
hadist
Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhân dapat mengganti haji bersamaku.”
(HR Bukhâri no 1863; Muslim no 3028)
Betapa besar keberuntungan orang yang umrah di bulan Ramadhân. Ia bagaikan berhaji bersama Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam , seperti orang yang menyertai Beliau dalam ihram, sa'i dan thawaf dan seluruh manasik haji Beliau.

8. MENYEMPURNAKAN PUASA SEBULAN PENUH
Ada sekian banyak orang yang akan bebas dari api neraka di bulan Ramadhân, dan itu terjadi di setiap malam. Allâh Ta'âla menyempurnakan pahala orang-orang yang sabar tanpa perhitungan khusus.
Ada Ulama yang mengatakan:
perkataan ulama
Barang siapa berpuasa sebulan penuh dan meraih pahala sempurna,
dan berjumpa dengan malam lailatul qadar,
sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allâh.

Semoga Allâh Ta'âla mengampuni dosa-dosa kita sekalian dan menutupi kekurangan-kekurangan kita dan memudahkan segala urusan kita.
(Diambil dari kitab Tadzkîrul Anâm Bidurûs ash-Shiyâm, karya Syaikh Sa‘d bin Sa‘îd al-Hajri, Dâr Ibnul Jauzi hlm 265-272.)

[1]
Penulis kitab Nadhratun Na’îm (10/5014) berkata : Hadits ini dikeluarkan al-Hâkim dalam Al-Mustadrak (4/154) dan berkata: "Hadits ini shahîh sanadnya, namun imam al-Bukhâri dan Muslim tidak mengeluarkannya". Imam adz-Dzahabi menyetujui hal ini. (Dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb).
[2]
HR at-Tirmidzi kitab Iman bâb Mâ Jâ‘a Fîman Yamûtu Wahuwa Yasyhadu An Lâ Ilâha Illallâh dan dishahîhkan al-Albâni dengan no. 2639
[3] Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ no. 3163
[4] Penyusun kitab Nadhratun Na’îm mengatakan : Diriwayatkan oleh Imam an-Nasî’i 4/158 dan lafazh ini adalah lafazh imam an- Nasâ’i; diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad 1/191. Syaikh Ahmad Syâkir mengatakan : “Sanad hadits ini shahîh.”