This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Showing posts with label akhlak. Show all posts
Showing posts with label akhlak. Show all posts

Wednesday, July 27, 2011

Ahlak Para Sahabat

Rasulullah saw bersabda:Sahabat-sahabatku itu bagaikan bintang-bintang. Dengan (sahabat-sahabat) manapun kalian mengarahkan (pandangan)-nya, maka (keberadaannya) menjadi petunjuk bagi kalian.
Zuhud
Dari Jundab bin Abdullah al-Bajali, ia berkata: “Aku datang ke Madinah guna menimba ilmu, lalu aku masuk ke masjid Rasulullah saw. Maka di dalamnya orang-orang membentuk beberapa halqah guna membahas berbagai perkara. Aku kemudian mengikuti semua halqah itu, hingga tiba pada satu halqah yang di dalamnya ada seorang laki-laki yang kurus, ia memakai dua buah baju seakan-akan baru tiba dari satu perjalanan.
Aku mendengarnya berkata: “Celakalah mereka yang memiliki kekuasaan dan mempunyai kedudukan. Tiadalah obat yang bisa menolong mereka.” Aku mengira bahwa ia mengatakan hal itu berkali-kali. Aku duduk mendekatinya, ia menerangkan fatwanya, kemudian berdiri. Aku menanyakannya pada yang hadir setelah dia berdiri: “Siapa gerangan orang ini?” Mereka menjawab: “Inilah sayyidul muslimin (pemimpin kaum Muslim) Ubay bin Kaab“.
Lalu aku mengikutinya, hingga tiba dirumahnya. Ternyata rumahnya begitu usang, begitu pula dengan bentuknya. Ia seorang laki-laki zuhud yang tiada bandingannya, walaupun semua orang saling menggabungkan kezuhudannya untuk menandingi kezuhudannya.
Sa’id bin Amir, adalah orang yang selalu sibuk dengan pekerjaan dan tugasnya, dan ia berhak mendapatkan gaji yang besar karenanya, tetapi ia hanya mengambil apa sekedarnya untuk mencukupi diri dan isterinya saja, membagikan sisanya kepada orang-orang fakir. Pernah dikatakan kepada dirinya: “Bagikanlah kelebihan harta ini secara berlimpah kepada keluarga dan kerabatmu”. Ia malah bertanya: “Kenapa harus pada keluarga dan kerabatku. Demi Allah tidak, aku tidak akan menjual ridla Allah dan menukarnya dengan kerabat.”
Ia juga pernah berkata kepada orang yang meminta-minta padanya: “Aku tidak ingin ketinggalan dari barisan terdepan, yang pertama kali akan masuk surga, setelah aku dengar Rasulullah saw bersabda: Allah mengumpulkan manusia untuk dihisab. Lalu datanglah orang-orang fakir dari kalangan kaum mukminin, mereka segera berkumpul sebagaimana merpati berkerumun, lalu dikatakan pada mereka: Berdirilah kalian untuk dihisab. Lalu mereka berkata: Kami tidak memiliki apapun yang bisa dihisab. Maka Allah berkata: Hamba-hambaku ini berkata benar. Lalu mereka masuk surga sebelum orang-orang lain masuk surga.”
Salman berkeinginan untuk membangun rumah, lalu ia bertanya pada tukang bangunan: “Bagaimana rupa rumah yang akan engkau bangun itu.” Tukang bangunan itu sangat cerdik dan ia mengetahui kezuhudan dan ke-wara’-an Salman, lalu ia menjawab: “Janganlah engkau khawatir, rumah ini hanya sebuah bangunan yang bisa engkau gunakan untuk bernaung dari terik panas matahari, yang bisa engkau tempati untuk melindungimu dari dinginnya malam hari. Jika engkau berdiri di dalamnya, kepalamu akan mencapai langit-langitnya, dan jika engkau berbaring, kakimu akan terantuk ke dindingnya.” Maka Salman berkata: “Ya, kalau seperti itu maka bangunlah rumah tersebut.”
Datang sebuah hadiah untuk Abdullah bin Umar dari salah seorang temannya yang datang dari Khurasan. Hadiah tersebut berupa pakaian yang sangat halus dan anggun. Sang teman berkata kepadanya: “Aku membawakan baju ini dari Khurasan untukmu, sungguh sangat menyenangkan hatiku jika melihatmu menanggalkan bajumu yang kasar itu, dan engkau kenakan baju yang bagus ini”. Ibnu Umar berkata padanya: “Perlihatkanlah baju itu padaku”. Kemudian ia merabanya, seraya berkata: “Apakah ini terbuat dari sutera?” Sang teman menjawab: “Bukan, baju ini terbuat dari katun.” Abdullah memakainya sebentar, kemudian mengembalikan baju itu dengan tangan kanannya seraya berkata: “Tidak, aku mengkhawatirkan diriku, aku takut baju ini membuat diriku menjadi seorang yang sombong dan angkuh, sedang Allah tidak mencintai orang yang sombong lagi bermegah diri.”
Suatu hari, Abdullah bin Umar diberi hadiah oleh temannya sebuah bejana yang penuh berisi. Ibnu Umar bertanya: “Apakah ini?” Temannya menjawab: “Ini obat mujarab yang aku bawa untukmu dari Irak.” Ibnu Umar berkata: “Apa khasiat obat ini?” Temannya menjawab: “(Membantu) mencernakan makanan”. Ibnu Umar tersenyum dan berkata pada temannya: “Membantu mencernakan makanan? Sesungguhnya aku tidak pernah kenyang makan makanan selama empat puluh tahun”. Ibnu Umar ra takut, jika pada hari kiamat kelak dikatakan padanya: “Engkau telah menghabiskan segala yang lezat milikmu sepanjang hidupmu di dunia, dan hidup bersenang-senang dengannya”. Sebagaimana ia sering katakan pada dirinya: “Aku tidak membuat bangunan dengan dinding tembok, dan tidak menanam sebatang kurma pun sejak Rasulullah saw wafat”. Maimun bin Mahran berkata: “Aku memasuki rumah Ibnu Umar, lalu aku menaksir segala sesuatu yang ada di rumahnya, mulai dari tempat tidur, selimut dan periuk besar, dan semua perabotannya, aku tidak mendapati nilainya mencapai seratus dirham.”

Ahlakul karimah

Akal dan nurani seorang setiap manusia dapat dilihat melalui kelakuan yang biasa ia tampakkan dalam keseharian. Dengan kata lain, akhlak merupakan satuan ukuran yang digunakan untuk mengukur ketinggian akal dan nurani seseorang.

Aisyah ra pernah menuturkan:
“Rasulullah bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan dan merelakan”. (HR. Ahmad)

Al-Husein cucu Rasulullah saw menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata: “Aku bertanya kepada ayahku tentang adab dan etika Rasulullah saw terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, ayahku menuturkan: “Beliau saw senantiasa tersenyum, luhur budi pekerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya”.

Seorang lelaki menemui Rasulullah saw dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Rasulullah saw menjawab, “Akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatangi Nabi dari sebelah kanannya dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Nabi saw menjawab, “Akhlak yang baik”. Kemudian ia menghampiri Nabi saw dari sebelah kiri dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Dia bersabda, “Akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatanginya dari sebelah kirinya dan bertanya, “Apakah agama itu?”. Rasulullah saw menoleh kepadanya dan bersabda, “Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik”. (al-Targhib wa al-Tarhib 3:405)

Nabi saw bersadba, “Aku menjamin sebuah rumah di surga yang paling tinggi bagi orang-orang yang berakhlak baik”. (HR. Abu Dawud)

Dengan demikian, ibadah dan akhlak merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Ibadah dan akhlak laksana pohon dengan buahnya. Kualitas akhlak merupakan cermin dari kualitas ibadah seseorang. Setiap manusia pastilah memiliki akhlak. Dan setiap akhlakqul karimah merupakan buah dari ketaataannya kepada Allah swt.

Kata akhlak secara etimologi berasal dari kata al-akhlaaqu yang merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluqu yang berarti tabiat, kelakuan, perangai, adat kebiasaan atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat.

Pengertian Akhlak
Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan.

Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran.

Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.

Peranan Akhlakul Karimah Dalam Kehidupan
Aqidah yang kuat merupakan akar bagi tegak dan kokohnya bangunan Islam. Kemudian syariah dan ibadah merupakan cabang-cabang yang akan membuatnya semakin rimbun, tampak subur, teduh dan kian menjulang. Sementara akhlak adalah buah yang akan dihasilkan oleh pohon yang berakarkan aqidah serta bercabang syariah dan berdaun ibadah. Pohon yang baik, tentunya akan menghasilkan buah yang baik. Maka aqidah, syariah serta ibadah yang mantab tentunya akan menghasilkan akhlak yang mantab pula, yaitu akhlakul karimah.

Akhlak merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat mendasar dan vital. Hal ini dibuktikan dengan diutusnya Rasulullah saw ke muka bumi ini yang tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia, sebagimana tertuang dalam salah satu hadits Rasulullah saw yang artinya:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim)

Selain itu, Rasulullah saw juga bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Berdasarkan hadits di atas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya akhlak yang mulia bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, namun bagi seluruh manusia.

“dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. QS. Al Anbiyaa: 107

Ayat ini dikaitkan dengan hadits yang berbunyi “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim) menyiratkan satu isyarat bahwa Rasulullah saw diutus untuk akhlak manusia yang merupakan kunci untuk mendapatkan rahmat Allah swt. Akhlak mulia menjadi salah satu perintah vital di dalam Al Quran yang dilaksanakan dengan meneladani Rasulullah saw.

‘Aisyah ra. ditanya mengenai akhlaq Rasulullah saw, maka beliau menjawab “Akhlaq Rasulullah adalah Al Quran”. (HR. Muslim)

Dunia ini adalah alam sosialis yang mengharuskan setiap manusia atau bahkan hewan dan tumbuhan untuk dapat saling berinteraksi dengan baik. Dan itulah urgensi dari akhlakul karimah, sebagai sarana yang dapat melahirkan kehidupan sosial yang tenteram tanpa gontok-gontokan.

Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana firman Allah swt yang artinya:

“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Adz Dzariyaat:56

Dan tentunya, ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala ketenteraman kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan sangat membutuhkan timbal balik akhlakul karimah antar individu.

Nabi saw bersabda, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Mereka menjawab, “Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta”. Beliau lalu menjelaskan, “orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa shalat, puasa dan zakatnya. Namun ia pernah mencela orang, mencaci orang, memakan harta orang, memukul dan menumpakan darah orang. Maka iapun harus memberikan pahala baiknya kepada orang-orang itu. Jika amal baiknya sudah habis sebelum dibayar semua, diambillah dosa mereka untuk diberikan kepadanya. Maka iapun dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)

Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman”. Mereka bertanya, “Siapa ya Rasul?”. Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya merasa tidak aman dari keburukannya.” (HR. Muslim dan Imam Ahmad)

Beberapa orang datang kepada Rasulullah saw. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, fulanah terkenal rajin mengerjakan shalat, berpuasa dan berzakat. Hanya saja, ia sering menyakiti tetangganya”. Rasul saw menjawab, “Dia di neraka”. Lalu disebutkan ada seorang wanita yang shalat, puasa dan zakatnya biasa saja tetapi ia tidak menyakiti tetangganya. Maka Rasul saw menjawab, “Dia di surga”.

Bagaimana mungkin seorang yang rajin beribadah dapat masuk neraka, sementara yang biasa-biasa saja masuk surga hanya karena yang rajin beribadah suka menyakiti tetangganya sedangkan yang biasa-biasa saja tidak pernah menyakiti tetangganya? Mudah saja. Loginya, seorang yang biasa menyakiti tetangganya tentunya ia mempunyai hutang yang harus dibayar di akhirat. Bagaimana jika hutang atau dosa kepada tetangganya itu ternyata jauh lebih besar ketimbang amal ibadahnya? Tentu saja jawabannya adalah “Neraka”. Yang harus kita ingat adalah, kita tidak pernah tahu bahwa keburukan yang kita lakukan kepada sesama dan kita anggap sepele ternyata besar di mata Allah swt karena meninggalkan luka yng teramat mendalam di hati hamba-Nya. Sebaliknya, kita juga tidak pernah tahu manakala amala ibadah yang kita sangka sangat besar, ternyata sangat sepele bahkan tidak bernilai di mata Allah swt karena berunsur riya’ dan sebagainya. Wallahua’lam

Syarat-Syarat (Kriteria) Akhlak
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai akhlak jika ia memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. Dilakukan berulang-ulang (continue). Jika dilakukan sekali saja atau jarang-jarang maka tidak dapat disebut sebagai akhlak. Sebagai contoh: jika seseorang tiba-tiba memberi hadiah kepada orang lain karena alasan tertentu maka orang tersebut tidak dapat dikatakan berakhlak mulia.
2.Timbul dengan sendirinya, tanpa pikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena perbuatan itu telah menjadi kebiasan baginya. Jika suatu pernuatan dilakukan setelah dipikir-pikir dan ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa maka perbuatan itu bukanlah pencerminan akhlak. (Ensiklopedi Islam, Jilid I, 1993:102)

Sifat Akhlak Islami
Bagaimanakah yang dimaksud dengan akhlak Islami? Akhlak Islami bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, sifatnya tetap (tidak berubah-ubah) dan ia berlaku untuk selamanya-lamanya. Sedangkan etika dan moral hanya bersumber dari adat istiadat dan pikiran manusia, ia hanya berlaku pada waktu tertentu dan di tempat tertentu saja, ia selalu berubah-ubah (berubah-ubah seiring bergantinya masa dan kepemimpinan). Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos yang berarti kebiasaan. Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Baik dan buruk dalam pandangan akhlak adalah bergantung pada Al Quran dan Hadits yang selamanya tidak akan pernah berubah. Sedangkan dalam pandangan etika dan moral, baik dan buruk adalah bergantung kepada adat istiadat dan pemikiran manusia yang masih berlaku di suatu waktu dan tempat.

KESIMPULAN
Kemuliaan akhlak adalah maklumat utama bagi ajaran Islam sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah saw tentang tujuan pengutusan beliau ke muka bumi:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim)

Berdasarkan pengertiannya, maka akhlak bukanlah sesuatu yang ada dan melekat pada diri seseorang dengan sendirinya, melainkan ditanam dan dilekatkan melalui suatu usaha atau proses (pembiasaan).

Fungsi akhlakul karimah dalam kehidupan adalah sebagai buah dari satu-satunya latar belakang diciptakannya manusia, yaitu untuk beribadah (menyembah) kepada Allah swt. Karena akhlakul karimah merupakan cermin dari berbagai aktivitas ibadah kepada Allah swt. Tanpa buah (akhlakul karimah) ini maka ibadah hanyalah sebagai upacara dan gerak-gerik yang tidak memiliki nilai dan manfaat apa-apa.

Sunday, June 5, 2011

KEAGUNGAN AKHLAK RASULULLAH SAW

Saudaraku, islam sampai kepada kita saat ini tidak lain berkat jasa Baginda Rasulullah Muhammad SAW sebagai sosok penyampai risalah Allah SWT yang benar dan di ridhoi. Dan nanti di padang mahsyar, tiap umat islam pasti akan meminta syafa’at dari beliau SAW dan menginginkan berada di barisan beliau SAW. Namun, pengakuan tidaklah cukup sekedar pengakuan. Pasti yang mengaku umat beliau SAW akan berusaha mengikuti jejak beliau dengan jalan mengikuti sunnah-sunnah beliau dan senantiasa membasahi bibir ini dengan mendo’akan beliau dengan cara memperbanyak bersholawat kepada beliau SAW.

Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi pekerti Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam hingga salah seorang istri beliau, Sayyidatina A’isyah Rodhiyallahuanha mengatakan bahwa akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”. Tidak satu perkataan Rasulullah merupakan implementasi dari hawa nafsu beliau, melainkan adalah berasal dari wahyu ilahi. Begitu halus dan lembutnya perilaku keseharian beliau. Rasulullah SAW adalah sosok yang mandiri dengan sifat tawadhu’ yang tiada tandingnya.
Beliau pernah menjahit sendiri pakaiannya yang koyak tanpa harus menyuruh istrinya. Dalam berkeluarga, beliau adalah sosok yang ringan tangan dan tidak segan-segan untuk membantu pekerjaan istrinya di dapur. Selain itu dikisahkan bahwa beliau tiada merasa canggung makan disamping seorang tua yang penuh kudis, kotor lagi miskin. Beliau adalah sosok yang paling sabar dimana ketika itu pernah kain beliau ditarik oleh seorang badui hingga membekas merah dilehernya, namun beliau hanya diam dan tidak marah.
Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika beliau mengimami sholat berjamaah, para sahabat mendapati seolah-olah setiap beliau berpindah rukun terasa susah sekali dan terdengar bunyi yang aneh. Seusai sholat, salah seorang sahabat, Sayyidina Umar bin Khatthab bertanya, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah? “Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar.” Jawab Rasulullah. “Ya Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan? Kami yakin baginda sedang sakit”. Desak Sayyidina Umar penuh cemas.
Akhirnya, Rasulullahpun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun terkejut ketika mendapati perut Rasulullah SAW yang kempis tengah di lilit oleh sehelai kain yang berisi batu kerikil sebagai penahan rasa lapar. Ternyata, batu-batu kerikil itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh Rasulullah SAW bergerak. Para sahabatpun berkata, “Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk tuan?”. Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi, apa jawabanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti.
Teramat agung pribadi Rasulullah SAW sehingga para sahabat yang ditanya oleh seorang badui tentang akhlak beliau SAW hanya mampu menangis karena tak sanggup untuk menggambarkan betapa mulia akhlak beliau SAW. Beliau diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai suri tauladan yang baik sepanjang zaman.
Saudaraku, sungguh kehadiran Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia lewat segala hal yang beliau contohkan kepada umat manusia. Beliau tidak pernah pandang bulu dalam hal menghargai manusia, penuh kasih sayang, tidak pernah mendendam, malahan beliau pernah menangis ketika mengetahui bahwa balasan kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala hingga menginginkan umat manusia untuk meng-esakan Allah SWT.
Cukup kiranya beliau yang jadi suri tauladan kita, umat islam khususnya yang hari ini sebagian sudah sangat jauh dari akhlak Rasulullah, baik dalam tindakan maupun perkataan yang menyejukkan. apa yang dikatakan oleh seorang sastrawan Pakistan, Muhammad Iqbal dalam salah satu karyanya dapat kita jadikan renungan bersama dimana beliau berkata: “Barangsiapa yang mengaku umat Nabi Muhammad, hendaklah berakhlak seperti beliau (Nabi Muhammad)”.
Dalam salah satu hadits dikatakan bahwa “Belum beriman seseorang sehingga aku (Rasulullah Muhammad SAW) lebih dicintainya daripada ayahnya, anak-anaknya dan seluruh manusia”(HR. Bukhari). Kita tidak tahu apakah nanti akan di akui Rasulullah sebagai umatnya atau tidak kelak di yaumil kiamah. Namun satu yang pasti bahwa semua ingin berada di barisan beliau. maka, marilah kita sama-sama berusaha untuk mengikuti akhlak beliau SAW semampu diri kita, sebagai suri tauladan kita yang utama, memperbanyak ucapan sholawat untuknya, membela sunnahnya, bukan malah membelakanginya (mari berlindung dari hal demikian), sebagai bagian dari rasa cinta kita terhadapnya.
Saudaraku, mari kita sampaikan salam dan sholawat kepada beliau SAW, yang dengannya kita akan beroleh cinta dan Syafa’atnya kelak di yaumil mahsyar. insya Allah…Amiin.
Allahumma sholli ‘alaa sayyidina Muhammad, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’iin…