This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Showing posts with label ilmu dien. Show all posts
Showing posts with label ilmu dien. Show all posts

Wednesday, October 17, 2012

Tuntunan Sholat IDUL ADHA


Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata : " Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa salam datang ke madinah, penduduk madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang - senang dan bermain - main di masa jahiliyah. beliau berkata : Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa jahiliyah yang kalian isi dengan main - main. Alloh telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban ('idul Adha) dan hari raya 'idul Fitri" (HR.Ahmad, shahih). Hadits ini menunjukkan bahwa kaum muslimin memiliki hari raya besar yaitu 'idul Adha dan 'idul Fitri.

Hukum Shalat 'id

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat 'id. ada yang berpendapat fardhu kifayah, fardhu 'ain, dan sunnah. namun yang lebih tepatnya adalah fardhu 'ain, artinya wajib bagi setiap kaum muslimin. samapi wanita yang haid pun diperintahkan untuk keluar dari rumahnya untuk ikut merayakan hari raya 'idul Adha begitupula untuk wanita yang haid mereka pun diperintahkan untuk keluar dari rumahnya namun diperintahkan untuk menjauhi tempat shalat.
Ummu'Atiyah radhiyallahu'anha berkata : "Nabi shallahu 'alaihi wa salam memerintahkan kepada kami pada hari raya 'id agar memerintahkan para gadis dan wanita yang dipingit, serta wanita haid. namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat shalat." (HR.Muslim)

Waktu dan tempat pelaksanaannya

waktu dan pelaksanaan shalat 'id adalah pada waktu shalat dhuha. Shiddiq Hasan Khan rahimahulloh mengatakan :"Waktunya adalah setelah meningginya matahari setinggi tombak sampai zawwal (bergeser matahari ke arah barat)". Para Ulama telah ijma' (sepakat) tentang masalah ini.

yang paling utama tempat untuk melaksanakan shalat 'idul 'adha adalah di tanah lapang kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa'id Al Khudri radiyallahu'anhu berkata : "Rasululloh shallallahu'alaihi wa sallam biasa keluar rumah pada hari 'idul fitri dan 'idul adha menuju tanah lapang(HR.Bukhari wa Muslim)"

Berjalan Kaki Menuju Shalat 'Id

Ibnu 'Umar radiyallahu'anhuma mengatakan : "Rasululloh shallallahu'alaihi wa sallam biasa berangkat shalat 'id dengan berjalan kaki begitu pula ketika pulang.(HR.Ibnu Majah, hasan).
dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu'anhu berkata : "Rasululloh shallallohu'alaihi wa sallam jika melaksanakan shalat 'id beliau melewati jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang"(HR.Bukhari)

Mandi dan Memakai Pakaian yang bagus

Ibnu Qudamah rahimahulloh mengatakan : "Dianjurkan untuk mandi pada hari 'id. begitupula dianjurkan untuk memakai pakaian yang bagus. Diriwayatkan bahwa Sahabat Ibnu 'Umar radhiyallahu'anhuma biasa memakai pakaian yang paling bagus pada hari raya 'Id".
Tidak Makan Sebelum Shalat 'Idul 'Adha

Buraidah radhiyallohu'anhu mengatakan : "nabi shallallohu'alaihi wa salam tidak keluar menuju shalat 'idul fitri sebelum makan terlebih dahulu. Adapun pada hari raya kurban beliau tidak makan sebelum pulang dari tempat shalat kemudian memakan sesembelihan beliau"(HR.Tirmidzi, hasan)
Tidak ada Adzan dan Iqomah

Jabir bin Samurah berkata :"Aku pernah melaksanakan shalat 'id bersama Rasululloh shallallohu'alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali. ketika itu tidak ada adzan dan iqomah"(HR.Muslim)
Tidak Ada Shalat Sebelum dan Sesudahnya

Ibnu 'abbas radhiyallohu'anhuma berkata :"Rasululloh shalallohu'alaihi wa sallam pernah keluar pada hari raya 'idul Adha atau "idul Fitri. beliau mengerjakan shalat shalat dua rakaat namun tidak melaksanakan shalat sunnah sebelum dan sesedahnya"(HR.Bukhari wa Muslim)

Tata Cara Shalat 'Idul Adha

secara ringkas pelaksanaan tata cara shalat 'id sebagai berikut :
1. Dimulai dari takbiratul ihram, seperti shalat yang lainnya.
2. Pada rakaat pertama ditambah takbir tambahan (zawaaid) sebanyak 7 kali selain takbiratul ihram.
3. Pada rakaat kedua ditambah takbir sebanyak 5 kali.
4. Dibolehkan mengangkat tangan ketika takbir tambahan sebagaimana yang dicontohkan sahabat Ibnu Umar radhiyallohu'anhu.
5. Tidak ada dzikir khusus yagn dibaca diantara takbir. Namun terdapat riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiyallohu'anhu beliau mengatakan:"Diantara takbir hendaklah memuji Alloh".
6. Setelah selesai takbir tambahan kemudian membacaAl Fatihah dan Surat Pilihan.
7. Dianjurkan untuk membaca surat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Al Qomar pada rakaat kedua. atau bisa membaca surat AL A'laa dan Al Ghasiyah.

Jika Hari 'Id Bertepatan dengan Hari Jum'at

Iyas bin Abi Ramlah berkata : "Aku pernah menemani Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya kepada Zaid bin Arqam : Apakah engakau pernah menyaksikan Rasululloh shallallohu'alaihi wa salam bertemu dengan dua 'id (hari raya 'Idul fitri atau 'Idul Adha bertemu dengan hari hari Jum'at) dalam satu hari ?"; "iya", jawab Zaid. kemudian Mu'awiyah bertanya lagi, "Apa yang beliau lakukan ketika itu?" "beliau melaksanakan shalat 'Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat jum'at", jawab Zaid. Nabi shallallohu'alaihi wa sallam bersabda:"Siapa yang mau shalat Jum'at, maka silahkan melaksanakannya" (HR.Abu Dawud, shahih)

- Penulis adalah Alumni Ma'had Al 'ilmi (Adika M)
Referensi :
- Ahkaamul 'Idain fii As Sunnah  Al Muthaharah karya Syaikh 'Ali bin Hasan 'Al Halabi hafidzahulloh
-Asy Syahrul Mumti 'alaa Mustaqni' karya Syaikhh Muhammad bin Shalil Al 'Utsmain Rahimahulloh

posted by : aby  

Sunday, June 10, 2012

Luasnya Ampunan Alloh SWT


Dalam kehidupan ini kita selaku manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Entah sudah berapa banyak kita melakukan perbuatan dosa. Jika dihitung dan dicatat perbuatan dosa kita setiap hari dalam sebulan mungkin kita akan mendapatkan catatan  dosa kita setebal kamus. Atau mungkin berjilid-jilid banyaknya. Bayangkanlah! Berapa banyak dosa yang kita perbuat selama hidup kita? Lalu bagaimana kita akan menemui Sang Pencipta dengan berlumur dosa?

Memang sudah menjadi fitrah manusia untuk berbuat kesalahan.  Hal ini telah disabdakan oleh nabi Muhammad SAW, “Setiap anak Adam pasti berbuat dosa, dan sebaik-baik pembuat dosa adalah mereka yang bertaubat”. (HR.Tirmidzi). Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, walaupun manusia berbuat dosa. Tidak lantas menjadikan manusia merugi begitu saja. Bagi mereka yang mau bertaubat itulah yang terbaik untuk mereka.

Bahkan dalam hadis lain disebutkan jika seluruh umat manusia tidak ada yang berbuat dosa. Maka Allah SWT menggantinya dengan umat yang berbuat dosa, kemudian mereka memohon ampunan dan Allah SWT mengampuninya. "Kalau kalian tidak berbuat dosa niscaya Allah SWT akan mengganti kalian dengan kaum yang lain pembuat dosa, tetapi mereka beristighfar dan Allah SWT mengampuni mereka".( HR.Muslim). Hal ini mempertegas akan fitrah manusia dalam berbuat dosa.

Ketahuilah! Murka Allah SWT itu sangat dasyat. Siksaan Allah sangat pedih. Akan tetapi kasih sayang-Nya meliputi alam semesta. Ampunan Allah SWT  sangat teramat luas bagi hambanya yang mau bertaubat. Selama dosa itu bukan menyekutukan Allah SWT maka Allah akan mengampuni dosa itu sebasar apapun dosa itu.

Anas bin Malik berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesunggunya Allah berfirman, Wahai anak Adam, apabila engkau memohon dan mengharapkan pertolongan-Ku maka Aku akan mengampunimu dan Aku tidak menganggap bahwa ia suatu beban. Wahai anak Adam, sekalipun dosa kamu seperti awan meliputi langit kemudian kamu memohon ampunan-Ku, niscaya aku akan mengampuninya. Wahai anak Adam, jika kamu menemuiku dengan kesalahan sebesar bumi, kemudian kamu menemuiku tidak dalam keadaan syirik kepada-Ku dengan seuatu apapun. Niscaya aku akan datang kepadamu dengan pengampunan dosa sebesar bumi itu. (HR Tirmidzi)

Tidak sedikit ayat-ayat dalam Alquran yang menyebutkan bahwa Allah SWT Maha Penerima taubat diiringi dengan sifatnya yang Maha Penyayang. Di antaranya dalam surat An Nur ayat 24, surat At Thaqobun ayat 14 dan surat Az Zumar ayat 53. Ini menunjukan betapa besarnya kecintaan Allah SWT terhadap manusia terlebih terhadap hamba-Nya yang bertaubat. Yang menyesali kesalahnnya dan memohon ampunan kepada-Nya.

Oleh karena itu sudah seharusnya kita tidak boleh berputus asa. Ampunan dan rahmat Allah SWT sangatlah teramat besar. Bahkan Allah SWT telah memaklumi akan sifat kita selaku manusia yang suka berlebih-lebihan. Allah SWT berfirman, “Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar [39] : 53).

Betapa mudahnya mendapat ampunan Allah SWT. Masihkan kita mengingkari kasih sayang Allah SWT ? Hanya orang-orang merugi yang tidak bersegera kepada ampunan Allah SWT yang sangat teramat luas. Sesungguhnya Allah SWT tidak pernah menyalahi akan janji-Nya (Q.S Ali Imran [3] : 9). Wallahu a’lam bish-shawab.

Penulis adalah mahasiswa Indonesia yang kini tengah menimba ilmu di Kairo, Mesir. _____________________
sumber :http://www.republika.co.id/

Thursday, May 31, 2012

Mana yang harus kita pilih ??

Assalamu'alaikum para pembaca Muslimfriendship..???
semoga selalu dalam keadaan baik dan mendapatkan keberkahan hidup dari Alloh swt. Aamiin Ya Robb. mendapatkan keberkahan hidup dari Alloh itulah kebahagiaan yang luar biasa.

penulis akan sedikit sharing tentang perkembangan teknologi saat ini.
Tuntunan zaman yang semakin canggih dan menuntut generasi muda untuk melek akan hal itu.
banyak sekali informasi yang dipaparkan atau tersedia di dunia maya atau sering kita sebut internet. sebenarnya, kita dimanjakan dengan teknologi sekarang. dan  kita bisa dengan mudahnya mencari sesuatu yang kita inginkan, kita bisa mengetahui disatu sisi negara lain yang mungkin kita belum pernah kesana namun kita bisa melihat keindahannya, kita bisa mendownload aplikasi - aplikasi yang kita butuhkan. begitu banyaknya manfaat yang bisa kita dapatkan melalui internet. kita pun bisa belajar dan mencari banyak referensi dari berbagai sumber untuk menambah wawasan ilmu kita. namun apa jadinya jika canggihnya teknologi sekarang ini tidak digunakan dengan sebaik - baiknya. berbanding terbalik dengan yang saya sebutkan tadi. maka ini akan menimbulkan kerusakan yang besar jika disuatu negeri mengakses internet namun membuka hal - hal yang tidak seharusnya kita buka. kerusakannya bukan hanya di diri sendiri namun sampai meluas di suatu negara. DUNIA MAYA atau INTERNET bisa saya analogikan seperti sebuah pintu dan setelah masuk dari pintu utama tersebut terdapat 2 sisi ruangan yang berbeda, dan masing - masing ruang tersebut memiliki pintu. jika kita sudah bisa membuka pintu pertama yaitu kita dihadapkan suatu interfaces yang dihubungkan keinternet, maka disitu kita memilih pintu selanjutnya untuk bisa masuk kedalam ruangan yang kita inginkan dalam arti kita sudah mulai mengakses internet apa yang ingin kita cari. ruangan yang satu adalah ruangan yang dimana disitu kita dihadapkan dan diberi hidangan akan hal - hal yang bermanfaat dan ruangan yang satunya kebalikannya, kita dihidangkan sesuatu yang bersifat negatif dan berujung pada kemaksiatan. inilah dunia maya sepeti pisau. tergantung siapa yang memegang pisau tersebut, jika pisau dipegang oleh orang yang tepat maka pastilah akan bermanfaat. jika sebaliknya, maka akan berdampak negatif.

semoga kita semua bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi dengan sebaik - baiknya dan bisa bermanfaat bagi diri kita maupun orang lain.
jadi tentukan pilihan anda, positif atau negatif dalam menggunakan kecanggihan teknologi???
semoga hidup kita selalu dibimbing dan diberi petunjuk oleh Alloh swt sehingga kita diberi keistiqomahan selalu pada jalan-Nya. Aamiin.

saya menasehati diri saya pribadi dan semoga bermanfaat bagi para pembaca. yang menulis tidak lebih baik dari yang membaca. jika ada salah dalam penulisan dan isi artikel ini penulis mohon maaf. sesungguhnya kebenaran datangnya hanya dari Alloh swt.

@_AbY

Saturday, May 12, 2012

Keutamaan bagi orang - orang yang menuntut ilmu

PERLUNYA MENUNTUT ILMU
Kebodohan dalam ilmu agama adalah salah satu sebab utama seseorang terjerumus pada kemaksiatan dan kefasikan bahkan kesyirikan, na'udzubillah. Syekh islam Ibnu Taimiyah rahimahulloh berkata : "kebaikan anak adam adalah dengan iman dan amal shalih, dan tidaklah mengeluarkan mereka dari kebaikan kecuali dua perkara yaitu kebodohan dan mengikuti hawa nafsu.
kebodohan inilah juga bisa membuat ibadah kita tidak siterima karena beribadah tanpa didasari dengan ilmu atau dalil atau hanya sekedar ikut - ikutan saja.
Imam ‘Abdullah al-Haddad رضي الله عنه,. Menyebut di dalam kitabnya Risaalah al-Mu`aawanah:
واعلم أن من عبد الله بغير علم كان الضرر العائد عليه بسبب عبادته أكثر من النفع الحاصل له بها. وكم من عابد قد أتعب نفسه في العبادة و هو مع ذلك مصر على معصية يرى انها طاعة او انها غير معصية
Dan ketahuilah bahwasanya seseorang yang beribadat kepada Allah tanpa ilmu, maka kemudharatan yang kembali kepadanya sebab ibadatnya itu lebih banyak daripada manfaat yang terhasil baginya. Berapa ramai ahli ibadat yang memenatkan dirinya dalam ibadat sedangkan dia sebenarnya atas maksiat padahal dia beranggapan apa yang dilakukannya adalah ketaatan atau bukannya maksiat…..

"barang siapa beribadah kepada Alloh dengan kebodohan, dia telah membuat kerusakan lebih banyak daripada membuat kebaikan".(Majmu' fatwa 25/281)

Dan dari bab yang ditulis oleh Imam Bukhori, terkandung makna yang luhur dan mulia makna yang tersirat dalam bab yang ditulis oleh beliau adalah wajibnya melandasi perkataan dan perbuatan kita dengan ilmu. Oleh karena itu belajar ilmu yang wajib lebih diutamakan daripada perkataan dan perbuatan. Syaikh Abdurrohman bin Muhammad bin Qosim berkata, Sesungguhnya belajar ilmu yang wajib lebih diutamakan daripada perkataan dan perbuatan, karena perkataan dan perbuatan seseorang tidak dibenarkan kecuali berdasarkan ilmu, dalam sebuah hadits: Barangsiapa berbuat (melakukan suatu perbuatan) yang tidak ada ajarannya dari kami maka (perbuatan) itu tertolak/ tidak diterima oleh Alloh.(Hadits riwayat Imam Bukhori no. 2697 dan Imam Muslim no.1718).

inilah perlunya bagi kita mencari ilmu Agama agar ibadah dan amal sholih kita memiliki kualitas dan  bisa diterima oleh Alloh swt.
ilmu ibaratkan pelita atau cahaya di tempat gelap yang bisa menerangi tempat disekitarnya.

KEUTAMAAN MENCARI ILMU
Jika kalian melewati taman surga maka berhentilah.
mereka bertanya "apakah taman surga itu?"
beliau menjawab "majlis ilmu"
(HR.Tirmidzi da dishahihkan Syekh salim bin Ied Al Hilali dalam shahih kitabul adzkar 4/4).

tidaklah duduk suatu kaum berdzikir kepada Alloh kecuali para malaikat akan mengelilinginya, rahmat menyelimutinya dan turun kepada mereka ketenangan, serta Alloh memujinya dihadapan makhluk yang berada disisinya(HR.Muslim no.6795 dan Ahmad)

Alloh berfirman : "Alloh akan meniggikan orang - orang yang beriman diantara kamu dan orang - orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat" (QS. Al Mujadillah[58] : 11).

ADZAB BAGI ORANG YANG PELIT ILMU
Adzab bagi orang yang memiliki kebenaran akan ilmu namun merahasiakan ilmu tersebut kepada orang lain maka baginya api neraka.
"Barangsiapa  ditanya tentang suatu ilmu lalu merahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali (dimulut) dari api neraka (HR.Abu Dawud).
wallhua'lam bissawab
semoga bermanfaat. jika ada kesalahan pada penulisan atau isi artikel ini. penulis mohon maaf. sesungguhnya kebenaran datangnya hanya dari Alloh swt.

@_Aby

Tuesday, April 17, 2012

Fenomena pra UNAS

Assalamu'alaikum para pembaca muslimfriendship...
hari ini mungkin hari kedua Ujian Nasional tingkat SMA/SMK dan sederajat. jadi inget nih zaman dulu waktu masih pake putih abu - abu...hehe...
mmm.... sekedar pingin sharing fenomena pra UNAS. biasanya satu hari sebelum ujian nasional sekolah - sekolah mengadakan doa bersama sampai banyak siswa ataupun siswi yang meneteskan air mata karena mungkin takut tidak bisa melewati ujian nasional dengan lancar dan ada rasa was - was jika tidak bisa lulus ujian.
dan dari pihak sekolah biasanya mengundang seorang ustad atau kyai untuk memimpin doa. karena seluruh siswa diwajibkan ikut doa bersama, akhirnya ana ikut karena tidak ingin bermasalah diakhir - akhir sekolah dan sebenarnya waktu tersebutpun berbenturan dengan waktu kajian rutin pada saat itu.
mungkin awalnya diberi sebuah motivasi agar bagaimana menghadapi soal ujian dengan mudah. namun ana menemukan keganjalan pada proses berdoa yaitu siswa ataupun siswi disuruh menggenggam ujung pensil yang akan disertakan atau dipakai untuk ujian nasional dan bermaksud agar pensil tersebut nantinya bisa lancar saat dibaca oleh komputer istilahnya agar bisa tembus... hehe
dan pada saat kita masuk kelas juga disuruh untuk berdoa sebagaimana kita berdoa saat akan masuk masjid. seolah - olah agar pensil tersebut memiliki kekuatan untuk menolong dalam ujian nasional setelah didoakan. tapi secara logika saja si kalo kita mengerjakan ujian nasional tanpa pensil yo nda bisa karena syaratnya emang pake pensil...hehehe
artikel ini bukan bermaksud untuk menyinggung pihak manapun. artikel ini hanya ditujukan untuk sharing ilmu dan pengalaman yang ana pernah lalui. karena dalam hal beribadah termasuk berdoa ada kriteria syarat - syaratnya.
Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan seluruh jin dan seluruh manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu“.(QS : Adz Dzariyat [51] :56). Namun telah tahukah kita bahwa ibadah memiliki syarat agar ibadah tersebut diterima di sisi Allah sebagai amal sholeh dan bukan amal yang salah? Dua syarat dalam ibadah itu adalah berniat ikhlas karena Allah ‘Azza wa Jalla dan ittiba’ (mencontoh) Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam.

Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah mencocoki syariat Allah (mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen). Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap wajah Allah semata dan tidak berbuat syirik pada-Nya.” Kemudian beliau mengatakan, “Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Lihat Shohih Tafsir Ibnu Katsir oleh Syaikh Musthofa Al Adawiy hafidzahullah hal. 57/III, terbitan Dar Ibnu Rojab, Mesir]


Dalil lainnya adalah firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amal ibadahnya”.(QS : Al Mulk: 2). Fudhail bin ‘Iyaad rohimahullah seorang Tabi’in yang agung mengatakan ketika menafsirkan firman Allah, (yang artinya) “yang lebih baik amal ibadahnya” maksudnya adalah yang paling ikhlas dan yang paling benar (paling mencocoki Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kemudian beliau rohimahullah mengatakan, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Amalan barulah diterima jika terdapat syarat ikhlas dan showab. Amalan dikatakan ikhlas apabila dikerjakan semata-mata karena Allah. Amalan dikatakan showab apabila mencocoki ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Lihat Ma’alimut Tanziil (Tafsir Al Baghowi) oleh Abu Muhammad Husain bin Mas’ud Al Baghowiy rohimahullah tahqiq Syaikh Muhammad Abdullah An Namr, terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.]

bisa kita simpulkan apabila kita berdoa dengan keikhlasan sampai keluar air mata namun cara kita berdoapun atau dalam beribadah tidak sesuai dengan yang dicontohkan Rasululloh saw maka tidak diterima.
masa berdoanya dengan ritual memegang ujung pensil segala.(?.?)
adapun adab berdoa yang sesuai dengan dalil adalah :
-Pertama, mencari waktu yang mustajab.
“Allah turun ke langit dunia setiap malam, ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku kabulkan, siapa yang meminta-Ku, Aku beri, dan siapa yang minta ampunan pasti Aku ampuni.” (H.r. Muslim)
-Kedua, mengangkat tangan
Ibn Abbas radliallahu ‘anhu mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdoa, beliau menggabungkan kedua telapak tangannya dan mengangkatnya setinggi wajahnya (wajah menghadap telapak tangan). (H.r. Thabrani)
-Ketiga, Menghadap kiblat dan mengangkat tangan
Dari Jabir radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di padang Arafah, beliau menghadap kiblat, dan beliau terus berdoa sampai matahari terbenam. (H.r. Muslim)
-Keempat, dengan suara lirih dan tidak dikeraskan.
Allah berfirman,
وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Janganlah kalian mengeraskan doa kalian dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (Q.s. Al-Isra: 110)
-Kelima, Tidak dibuat bersajak.
Doa yang terbaik adalah doa yang ada dalam Alquran dan sunnah.
Allah juga berfirman,
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.s. Al-A’raf: 55)
Ada yang mengatakan: maksudnya adalah berlebih-lebihan dalam membuat kalimat doa, dengan dipaksakan bersajak.
-Keenam, Rasululloh saw bersabda,
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد ربه جل وعز والثناء عليه ثم ليصل على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بما شاء
“Apabila kalian berdoa, hendaknya dia memulai dengan memuji dan mengagungkan Allah, kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian berdoalah sesuai kehendaknya.” (H.r. Ahmad, Abu Daud dan dishahihkan al-Albani)
-Ketujuh, memperbanyak taubat dan memohon ampun kepada Allah.
Diriwayatkan bahwa ketika terjadi musim kekeringan di masa Umar bin Khatab, beliau meminta kepada Abbas untuk berdoa. Ketika berdoa, Abbas mengatakan, “Ya Allah, sesungguhnya tidaklah turun musibah dari langit kecuali karena perbuatan dosa. dan musibah ini tidak akan hilang, kecuali dengan taubat…”

semoga dalam melaksanakan suatu ibadah kita bisa sesuai dengan Al Qur'an dan As sunah agar ibadah kita bisa diterima oleh Alloh swt.  dan diberi pemahaman yang baik akan agama islam. Aamiin Ya Robb.
sekali lagi artikel ini bukan bermaksud menyinggung pihak tertentu, hanya sekedar berbagi pengalaman. semoga bisa diambil hikmahnya. jika ada kesalahan pada isi dan penulisan artikel ini, penulis mohon maaf. sama - sama belajar. yang menulis artikel tidak lebih baik dari yang membaca. dan kebaikan datangnya hanya dari Alloh swt.

note : dalil diambil dari beberapa sumber.

@_aby.

Monday, April 16, 2012

awas!! bahaya riya.

Assalamu'alaikum para pembaca Muslimfriendship.
Bagaimana kabar hati anda?? semoga selalu disertai iman dan keistiqomahan serta selalu merasakan ketentraman dan kebahagian dalam hidup kita dalam ridho-Nya. Aamiin.
kali ini kami mencoba menshare ilmu yang telah kami dapatkan. memang pembahasan ini menarik dan kita perlu tau agar ibadah kita tidak sia - sia. ada beberapa bahaya yang mengancam didepan kita dalam beribadah kepada-Nya yaitu riya.
Secara bahasa, Riya’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia, adapun secara istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena demi manusia, dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT (Syeikh Ahmad Rifa’I, Riayah Akhir, Bab Ilmu Tasawuf, Korasan 22, halaman 3, baris 6-8, bisa juga dilihat dalam karangan beliau lainnya dalam kitab Abyan al-Hawaaij, Juz V, korasan 69).
inilah yang perlu kita sangat berhati - hati dalam hal ini karena bisa diilustrasikan bahwasanya riya seperti semut bahkan lebih samar dari itu.
riya ini disebut syirik tersembunyi dan tergolong dosa syirik kecil.
Nabi SAW bersabda :“Wahai sekalian manusia, jauhilah kesyirikan yang tersembunyi!” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa itu syirik yang tersembunyi?” Beliau menjawab, “Seseorang bangkit melakukan sholat kemudian dia bersungguh-sungguh memperindah sholatnya karena dilihat manusia.
Itulah yang disebut dengan syirik yang tersembunyi.” [HR. Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi] (Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudry, Imam Baihaqi sama-sama meriwatkan dengan Ibnu Majah mengenai syirik yang tersembunyi ini.).
dan begitu pula orang yang bersedekah namun dengan bertujuan untuk disebut sebagai orang yang dermawan dan malah sampai mengungkit - ngungkit sedekah dan menyakiti perasaan orang lain maka ini termasuk dari riya.
Dalam surah al-baqarah ayat 264 Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ

“Wahai orang-orang yang beriman, Jangan rusakkan (pahala amal) sedekah kamu dengan perkataan membangkit-bangkit dan (kelakuan yang) menyakiti, seperti (rusaknya pahala amal sedekah) orang yang membelanjakan hartanya karena hendak menunjuk-nunjuk kepada manusia (riya’)…”.

intinya sesungguhnya ibadah kita harus ditujukan untuk Alloh swt tidak untuk yang lain, seperti untuk mencari pujian, kehormatan oleh seseorang, untuk hal - hal yang besifat keduniaan. 
semoga kita terhindar dari riya. aamiin Ya Robbal'alamiin.
memang lawan dari riya adalah ikhlas karena ikhlas adalah kunci dalam beribadah, dengan menyertakan keikhlasan dalam beribadah insyaAlloh akan menumbuhkan rasa ketentraman dalam hati dan bisa merasakan nikmatnya dalam beribadah serta mendapatkan keridhoan dari - Nya. 
jika yang kita inginkan hanya keindahan kehidupan di dunia maka kita akan mendapatkannya namun kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan diakherat. 


Allah SWT berfirman dalam surat Asy-Syuura ayat 20:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ

وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat”.

semoga kita selalu dimudahkan untuk melakukan kebaikan dan dimudahkan untuk memperbaiki diri  menjadi lebih baik lagi serta dimudahkan untuk menjauhi segala larangan-Nya. Aamiin Ya Robbal'alamiin.

coretan yang begitu singkat ini semoga bisa menyadarkan diri penulis sendiri khususnya dan semoga bermanfaat untuk para pembaca. jika ada salah dalam isi dan penulisan artikel kami mohon maaf dan sesungguhnya kebenaran datangnya hanya dari Alloh swt. jangan bosan - bosan membaca dan jangan bosan - bosan kunjungi muslimfriendship.blogspot.com. ^_^. semoga bisa menambah wawasan ilmu agama kita. Aamiin.

@_aby

Friday, April 6, 2012

Fenomena sms yang beredar.


assalamu'alaikum para pembaca muslimfriendship.... ^_^.
sekedar sharing pengalaman dan sedikit ilmu yang akan kami sampaikan terutama untuk diri pribadi yang pertama dan untuk para pembaca. semoga bisa bermanfaat yaa??:)

mmm.... pernah tidak teman - teman mendapatkan sms tentang amanah - amanah gitu tapi diakhir sms ada kata - kata sumpah atau doa - doa yang apabila kita tidak mengirimkan sms tersebut kita akan terkena musibah sampai beberapa tahun atau kita akan terkena sial dihari itu juga?? bacanya dan dengernya sih ngeri juga yaa??
bagaimana kita harus menyikapi sms - sms seperti itu??
jika kita teliti dan pahami memang sms yang berisi peringatan atau nasehat itu baik dan bagus namun jika akhir - akhirnya ada beberapa kata - kata yang mungkin mendoakan keburukan kepada seorang muslim seperti kata - kata "kirimkan ke 10 teman anda,jika dikirimkan maka anda akan mendapatkan rizky yang melimpah, jika tidak dikirimkan sms ini maka anda akan mendapatkan musibah sampai usia beberapa tahun kedepan". ini yang harus kita waspadai, karena jika kita mempercayai hal tersebut ditakutkan bahwa sms tersebutlah yang dapat memberikan manfaat ataupun mudharat bagi kita. iya kan??
dan seharusnya sebelum mengirim sms tersebut apakah sudah ada dalil yang menjelaskan bahwa sms tersebut jika tidak dikirim akan mendapatkan musibah??.. menurut kami itu aneh. memang dalam nasehat - saling menasehati itu baik, memang diharuskan kita saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran namun apakah Rasul dulunya dalam menasehati atau berwasiat kepada sahabatnya atau istrinya dengan embel - embel "jika kalian tidak menyampaikan ini kalian akan mendapatkan musibah sampai bertahun - tahun". sebenarnya memang jika kita telusuri apabila tidak menyampaikan akan kebenaran yang ada ataupun menyembunyikan kebenaran seperti halnya ahli kitab yang menyembunyikan kebenaran akan datangnya Muhammad sebagai Rasul yang terakhir maka Alloh menjanjikan adzab kepada mereka. namun disini posisi kita sebagai seorang muslim dalam nasehat menasehatipun dalam kebenaran dan kesabaran namun penuh hikmah. tidak disuruhpun oleh seseorang yang memberikan nasehat jika mendapatkan kebenaran dituntut untuk menyampaikannya semampu kita.
Rasul bersabda" jika kamu menemui kemungkaran maka cegahlah dengan tangan, jika tidak mampu maka dengan lisan dan jika tidak mampu maka cegahlah dengan hati(ingkari dengan hati), sesungguhnya itulah selemah - lemah iman"
namun fenomena sms - sms yang banyak beredar mengandung doa yang mungkar kepada sahabat muslim sendiri jika tidak meruskan sms tersebut dalam jumlah yang ditentukan maka akan mendapatkan musibah. dan ditakutkan mereka takut jika tidak mengirimkan sms tersebut akan mendapatkan musibah. dan ini menandakan bahwa ada perasaan bahwa sms tersebutlah yang mendatangkan kebaikan ataupun keburukan pada nasibnya.
dan perlu diketahui kita sebagai seorang muslim bahwa yang harus kita yakini hanya Allohlah yang memiliki kekuasaan akan hal tersebut. Allohlah yang memberikan rizki ataupun cobaan kepada setiap hamba-Nya sampai binatang melatapun Allohlah yang memberi rizky.
Allah Swt berfirman :
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (٦)
Artinya: “Dan tidak ada sesuatu binatang melata pun di bumi ini, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya.”(QS Hud : 6 )

sesungguhnya Alloh yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.
mungkin kita perlu berhati hati dalam menghadapi fenomena - fenomena sms yang beredar seperti yang sudah kami jelaskan, kita harus benar - benar selektif dan menfilter apakah ada dalil yang jelas yang menerangkan hal tersebut. bukannya su'udzon namun agar kita bisa lebih hati - hati.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ١
اللَّهُ الصَّمَدُ ٢
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ٣
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ٤

Artinya:
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

hanya kepada Allohlah kita harus bergantung, sesungguhnya rizky ataupun cobaan itu datangnya dari Alloh dan tidak ada orang ataupun jin bisa mencelakakan seseorang kecuali atas izin Alloh.

jika ada salah pada penulisan atau isi artikel ini, penulis mohon maaf. semoga postingan kali ini bisa bermanfaat dan ada benarnya datangnya hanya dari Alloh swt. jangan bosan - bosan ya untuk membaca ??:)

@_aby

Galau..??.. nda dech....

 Assalamu'alaikum para pembaca muslimfriendship......^_^

bagaimanakah kabar hati anda??
masih istiqomah kah?? atau sedang futur??
jangan khawatir teman.. memang fenomena naik turunnya iman didalam hati kita itu wajar,, tapi jangan sampai terus - terusan yaaa??... bahaya juga si kalo terus terusan... yuk kita saling berbagi nasehat...:)
mungkin anak muda sekarang bilangnya tuh "lagi galau"...hehe
memang namanya juga hati itu memang harus terus dijaga, mungkin karena berbagai cobaan hidup dan banyak pikiran kali ya jadi terkadang hati ini ngrasa deh yang namanya galau.
baiknya gimana ya kalo lagi terserang penyakit galau?? tapi sebelumnya pada tau gak sih galau apaan??
definisi galau itu apa sih??... menurut saya sih galau itu adalah munculnya perasaan resah dan bimbang yang membuat hati menjadi tidak tenang karena something. jadi kita sebagai seorang muslim harus tau donk bagaimana sih mengatasinya. kemana kita akan bersandar saat ada perasaan bimbang?? mungkin karena berbuat maksiat sehingga hati kita menjadi resah ataupun ada banyak pikiran yang menggajal dihati kita. nah ini perlu ditindak lanjuti agar kegalauan itu lepas dari diri kita,, karena kalau dah ngrasa yang namanya galau tuh timbul rasa males melakukan suatu aktivitas atau malah negative thinking yah??..(hehe.. pengalaman nih)..
mungkin ada beberapa resep bagi para anak muda muslim khususnya yang lagi galau:
-banyak mengingat Alloh atau dzikir.
-membaca Al Qur'an.
-shodaqoh ataupun infak.
-dan tak lupa memohon ampun kepada Alloh dari dosa - dosa kita. dengan itu insyaAlloh hati kita akan menjadi tentram.
- positive thinking juga perlu lho karena yang namanya berpikir sehat akan membawa ketenangan juga lho.. coba ja dech teman...

semoga bisa bermanfaat ya postingan kali ini... tetep semangat...oke??:)
dan penulis juga memohon maaf jika ada kesalahan pada isi dan penulisan artikel. yang menulis tidak lebih baik daripada yang membaca. hanya sekedar sharing dan menasehati diri sendiri khususnya.  ada benarnya datangnya hanya dari Alloh swt.

@_aby

Tuesday, April 3, 2012

Anda Perlu Tau.....

Dalam suatu wilayah ada kebudayaan yang pasti akan kita temui seperti tradisi - tradisi adat atau masyarakat menyebutnya adat tradisional. di setiap wilayah menggembor - gemborkannya seolah - olah tidak ingin hilang di dalam kehidupan sehari - hari. namun jika adat atau kebudayaan tradisional yang dibangga - banggakan seolah - olah membutakan nilai ketauhidan atau menyimpang dari syar'i maka ini yang seharusnya perlu kita luruskan. dikarenakan banyak masyarakat menganggap jika adat yang biasa dilakukan dihilangkan maka akan mendatangkan kemudharatan dan sebaliknya masyarakat meyakini keberkahan akan datang jika melakukan adat tradisional tersebut. adat tradsional disini saya uraikan bersifat universal, karena bisa kita simpulkan sendiri dan kita akui banyak adat tradisional di negeri kita yang banyak menyimpang dari nilai ketauhidan dan syar'i. seperti kebiasaan para petani didaerah tertentu yang selalu menyelenggarakan adat istiadatnya dan meyakini dengan melakukan semua hal itu dapat memberikan keberkahan lebih. kemudian disuatu daerah tertentu(tidak saya sebutkan) ada yang sampai mengagungkan kerbau ataupun sapi dengan membawa kotorannya agar bisa mendapatkan keberkahan. secara logika saja itu suatu yang menjijikan. islam tidak mengajarkan hal yang demikian hanya dengan dibungkus dengan perkataan indah kesyirikan diganti dengan adat istiadat yang katanya indonesia sebagai negeri yang penuh dengan budaya namun jika budaya yang ada mengarah kepada kesyirikan maka sangat berbahaya bagi umat islam atau orang awam terutama anak -cucu kita yang mungkin berada ditengah - tengah lingkungan tersebut tidak menutup kemungkinan mengikuti adat - adat tersebut karena pengaruh internal ataupun dari lingkungan sekitar. mungkin juga hanya karena menginginkan rating dari negara lain bahwa negara kita terkenal dengan berbagai budayanya sampai tidak menentukan batas pada kebudayaannya sendiri, yang ditakutkan adalah terjebak dalam kesyirikan dan si pelaku tidak sadar akan hal itu,Na'udzubillah.
dosa syirik sangat berbahaya, Alloh berfirman dalam Q.S. An Nisa ayat 48 disebutkan :
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Sebagian ulama menafsirkan “Allah tidak akan mengampuni dosa syirik” dengan mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengampuni dosa syirik yang dibawa mati.

seandainya saja mati dengan membawa dosa syirik apa yang akan kita perbuat. tidak ada kesempatan lagi bagi kita untuk bertaubat. dengan memahami dan meneliti apa yang ada di daerah sekitar kita dan membentengi diri dari hal - hal yang bisa membawa arus kesyirikan maka itu sangat perlu dilakukan pada diri kita.
dan sesungguhnya keberkahan, cobaan, rezeki, semua itu Alloh yang memberikan. patutlah kita bersandar hanya kepada-Nya dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya. jangan meminta pertolongan selain kepada-Nya yang diluar akal logic manusia.

wallahua'lam bissawab.

artikel ini tidak bermaksud untuk menyinggung pihak manapun. jika ada kesalahan pada isi dan penulisan artikel ini, penulis mohon maaf. jika ada salahnya dari diri sendiri dan sesungguhnya kebenaran datang hanya dari Alloh swt. semoga bisa bermanfaat.

@_aby

Tuesday, March 27, 2012

Laa Tahzan...Pasti Ada Jalan...











Saat kerja keras belum membuahkan hasil...
saat keringat yang mengucur serasa tak dihargai orang lain...
saat nasehat disalah artikan dan diacuhkan...
saat perbuatan baik dikucilkan...
disitulah keikhlasan diuji...
disitulah kesabaran diuji...

sesungguhnya keikhlasan tidak memandang bagaimana reaksi dari orang lain atas kebaikan yang kita perbuat...
dan sabar bukan berarti ada batasnya,, namun sebenarnya kita sendirilah yang membatasinya...
setiap cobaan yang datang,, setiap permasalahan yang hadir,, setiap kesulitan yang kita temui dalam kehidupan terkadang memang terasa menyempitkan dada... kadang kita merasa sulit untuk bisa melaluinya...
namun..
kata "sulit" bukan berarti tidak ada jalan sedikitpun untuk melaluinya,, bukan berarti sulit itu selalu menemui jalan buntu dan berhenti dimana kita hanya bisa berdiam diri disana.
sulit masih tersedia jalan - jalan yang lain untuk melaluinya.. hanya diri kitalah yang mengerti jalan mana yang harus kita lalui dengan berusaha, tidak menyerah, berprasangka baik kepada Alloh dan berdoa.
dan masih banyak orang yang ada dibawah kita yang mungkin lebih berat cobaan yang mereka alami.
Alloh berfirman :

وَ لَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَ الْجُوْعِ وَ نَقْصٍ مِّنَ الْأَمَوَالِ وَ الْأنْفُسِ وَ الثَّمَرَاتِ وَ بَشِّرِ الصَّابِرِيْنَ

Dan sesungguhnya akan Kami beri kamu percobaan dengan se­suatu dari ketakutan dan kelaparan dan kekurangan dari harta­ benda dan jiwa-jiwa dan buah buahan; dan berilah kabar yang gembira kepada orang yang sabar.(QS.Al Baqoroh : 155).

yakinlah bahwa tidak hanya kita yang mendapat cobaan namun Alloh sudah berfirman bahwa setiap orang akan diberi cobaan. kenapa Alloh memberi cobaan kepada hambanya??
Sebenarnya Alloh ingin menguji iman kita,, dan untuk menguji mana orang - orang yang benar - benar beriman kepada Alloh.
dan minta tolonglah kepada Alloh untuk bisa melalui cobaan yang dihadapi.

Alloh berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْن

Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat; sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang sabar.(Al Baqoroh :153)

dan orang - orang beriman jika menemui musibah maka dia yakin betul bahwa ini adalah sebagai ujian imannya dan Alloh memiliki rencana untuk memberikan hikmah dan hidayahnya dibalik cobaan yang dialami.

اَلَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

(Yaitu) orang-orang yang apabila menimpa kepada mereka suatu musibah, mereka berkata: Sesungguhnya kita ini dari Allah, dan sesungguhnya kepadaNya­lah kita semua akan kembali.(Al Baqoroh :156)

dan balasan bagi orang - orang yang mampu bersabar dijelaskan pada ayat selanjutnya pada Q.S. Al Baqoroh ayat 157 yang berbunyi:
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَ رَحْمَةٌ وَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

Mereka itu, akan dikurniakan atas mereka anugerah-anugerah dari Tuhan mereka dan rahmat, dan mereka itulah orang-orang yang akan mendapat petunjuk.

dan yang perlu ditanamkan pada diri kita jika menemui cobaan adalah yang terdapat pada Q.S. Ibrahim ayat 7 sebagai ayat motivasi dan penenang hati bagi kita yaitu :
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Aku akan menambah nikmat-Ku kepadamu dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

semoga kita termasuk orang - orang yang sabar dan syukur dalam menjalani liku -liku kehidupan ini.aamiin Ya Robb.
laa tahzan... pasti ada jalan saudaraku.

semoga bermanfaat. semoga atikel ini bisa bermanfaat untuk para pembaca dan diri saya pribadi. coretan ini ditujukan khususnya kepada diri saya pribadi yang masih belajar di universitas kehidupan yang penuh cobaan namun terdapat ribuan hikmah dan hidayah yang akan kita dapatkan.InsyaAlloh. mohon maaf atas kesalahan pada diri saya pribadi dan jika ada kesalahan pada penulisan artikel atau isi. penulis mohon maaf. sessungguhnya kebenaran datang hanya dari Alloh swt. salam ukhuwah islamiyah.


@_aby

Friday, August 12, 2011

Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa Bagi Seorang Muslim


SAKIT DAN MUSIBAH ADALAH PENGHAPUS DOSA BAGI SEORANG MUSLIM




ap_switzerland_070628_ssh
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati kita semua- telah menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).

Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa Ta’lil hal 452).
Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim :
1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah Azza wa Jalla
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah (QS. At-Taghaabun : 11).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no. 2653).
2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.
Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).
Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.
(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 576).
Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.
(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Shohih Jami’is Shoghir no.1870).
Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).
Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka”. (HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash Shohihah no. 1821).
Janganlah kamu mencaci-maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no. 2575).
Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678). Dan yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam yang bersabda :
Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”.
(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 1172).
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan ath-Thabrani dalam Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’, Fathul Baari : X/78-79).
3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah

Thursday, July 28, 2011

Penjelasan Tentang Ilmu Dien



Merupakan hal yang sudah diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, terlebih lagi oleh para penuntut ilmu agama, keutamaan besar yang Allah sediakan bagi orang-orang yang mempelajari ilmu agama. Keutamaan tersebut disebutkan dalam banyak ayat Al Qur-an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta keterangan dari para ulama salaf, sampai-sampai Imam Ibnul Qayyim dalam juz pertama dari kitab beliau “Miftahu Daaris Sa’adah” memuat pembahasan khusus tentang keutamaan dan kemuliaan mempelajari ilmu agama, dalam bab yang berjudul: Keutamaan dan kemuliaan (mempelajari) ilmu (agama), penjelasan tentang besarnya kebutuhan untuk (mempelajari) ilmu ini, serta tergantungnya kesempurnaan (iman) dan keselamatan seorang hamba di dunia dan akhirat kepada ilmu (agama) ini. Dalam bab tersebut Ibnul Qayyim menyebutkan lebih dari seratus lima puluh segi keutamaan ilmu, berdasarkan dalil-dalil dari Al Qur-an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta keterangan para ulama salaf rahimahumullah, sehingga pembahasan tentang keutamaan ilmu yang beliau sebutkan dalam kitab tersebut adalah pembahasan yang sangat lengkap dan menyeluruh, yang mungkin tidak kita dapati di kitab-kitab para ulama lainnya.


Namun sayangnya, kebanyakan dari kita – termasuk para penuntut ilmu sendiri – sering lalai dan kurang menyadari bahwa ilmu yang dimaksud dalam ayat-ayat Al Qur-an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut bukanlah sekedar teori belaka, yang hanya terlihat dalam bentuk hapalan yang kuat, atau kemampuan yang mengagumkan dalam berceramah dan menyampaikan materi kajian, atau gelar dan titel yang disandang, tanpa adanya wujud nyata dan pengaruh dari kemanfaatan ilmu tersebut bagi orang yang mempelajarinya.

Semoga Allah Ta’ala meridhai dan merahmati sahabat yang mulia ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Bukanlah ilmu itu (hanya) dengan banyak (menghafal) hadits, akan tetapi ilmu (yang bermanfaat) itu (timbul) dari besarnya rasa takut (kepada Allah Ta’ala)”([1]).

Dalam atsar shahih lainnya Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga berkata dihadapan sahabat-sahabatnya, “Sesungguhnya kalian (sekarang) berada di zaman yang banyak terdapat orang-orang yang berilmu tapi sedikit yang suka berceramah, dan akan datang setelah kalian nanti suatu zaman yang (pada waktu itu) banyak orang yang pandai berceramah tapi sedikit orang yang berilmu”([2]).

Definisi Ilmu Yang Bermanfaat (Al ‘Ilmu An Naafi’)

Imam Ibnu Rajab Al Hambali menyebutkan definisi Ilmu yang bermanfaat dengan dua penjelasan yang lafazhnya berbeda, akan tetapi keduanya saling melengkapi dan sama sekali tidak bertentangan. Dalam kitab beliau “Fadhlu ‘ilmis salaf ‘ala ‘ilmil khalaf” (hal. 6) beliau berkata: “Ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan seksama dalil-dalil dari Al Qur-an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta (berusaha) memahami kandungan maknanya, dengan mendasari pemahaman tersebut dari penjelasan para sahabat Rasulullah radhiyallahu ‘anhum, para Tabi’in (orang-orang yang mengikuti petunjuk para sahabat), dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dalam memahami kandungan Al Qur-an dan Hadits. (Begitu pula) dalam (memahami penjelasan) mereka dalam masalah halal dan haram, pengertian zuhud, amalan hati (pensucian jiwa), pengenalan (tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala) dan pembahasan-pembahasan ilmu lainnya, dengan terlebih dahulu berusaha untuk memisahkan dan memilih (riwayat-riwayat) yang shahih (benar) dan (meninggalkan riwayat-riwayat) yang tidak benar, kemudian berupaya untuk memahami dan menghayati kandungan maknanya. Semua ini sangat cukup (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat) bagi orang yang berakal dan merupakan kesibukkan (yang bermanfaat) bagi orang yang memberi perhatian dan berkeinginan besar (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat)”.

Adapun dalam kitab beliau yang lain “Al Khusyuu’ fish shalaah” (hal. 16) beliau berkata, “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang masuk (dan menetap) ke dalam relung hati (manusia), yang kemudian melahirkan rasa tenang, takut, tunduk, merendahkan dan mengakui kelemahan diri di hadapan Allah Ta’ala”.

Kedua penjelasan Imam Ibnu Rajab ini sepintas kelihatannya berbeda dan tidak berhubungan, akan tetapi kalau diamati dengan seksama kita akan dapati bahwa kedua penjelasan tersebut sangat  bersesuaian dan bahkan saling melengkapi. Karena pada penjelasan definisi yang pertama, beliau ingin menjelaskan sumber ilmu yang bermanfaat, yaitu ayat-ayat Al Qur-an dan hadits-hadits yang shahih (benar periwayatannya) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dipahami berdasarkan penjelasan dari para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Tabi’in (orang-orang yang mengikuti petunjuk para sahabat), dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka. Ini berarti, seseorang tidak akan mungkin sama sekali bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat tanpa mengambilnya dari sumber Al ‘Ilmu An Naafi’ yang satu-satunya ini.

Adapun dalam penjelasan definisi yang kedua, beliau ingin menjelaskan hasil dan pengaruh dari ilmu yang bermanfaat, yaitu menumbuhkan dalam hati orang yang memilikinya rasa tenang, takut dan ketundukan yang sempurna kepada Allah Ta’ala. Ini berarti bahwa ilmu yang cuma pandai diucapkan dan dihapalkan oleh lidah, tetapi tidak menyentuh – apalagi masuk – ke dalam hati manusia, maka ini sama sekali bukanlah ilmu yang bermanfaat, dan ilmu seperti ini justru akan menjadi bencana bagi orang yang memilikinya, bahkan menjadikan pemiliknya terkena ancaman besar – semoga Allah Ta’ala melindungi kita semua – termasuk ke dalam tiga golongan manusia yang pertama kali menjadi bahan bakar api neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih([3]).

Jenis ilmu inilah yang dimiliki oleh orang-orang Khawarij([4]) dan kelompok-kelompok bid’ah lainnya yang menjadikan mereka menyimpang sangat jauh dari pemahaman islam yang benar, sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menerangkan sifat-sifat Khawarij dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mereka selalu mengucapkan kata-kata yang baik (dan indah kedengarannya), mereka (mahir) dalam membaca (dan menghafal) Al Qur-an. Akan tetapi bacaan tersebut tidak melampaui tenggorokan mereka (tidak masuk ke dalam hati mereka), mereka keluar dengan cepat dari agama ini seperti anak panah yang (menembus dan) keluar dengan cepat dari sasarannya…”([5]).

Sebaliknya, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat dan meneguhkan keimanan mereka dengan menjadikan Al Qur-an sebagai sumber petunjuk yang menetap di dalam hati mereka, Allah Ta’ala berfirman,

“Sebenarnya, Al Qur-an itu adalah ayat-ayat yang jelas (yang terdapat) di dalam dada (hati) orang-orang yang diberi ilmu". (QS Al ‘Ankabuut: 49).

Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas berkata, “Maknanya: Al Qur-an adalah ayat-ayat yang nyata dan jelas sebagai petunjuk kepada (jalan) yang benar, dalam perintah, larangan maupun berita (yang dikandung)nya, dan Allah memudahkan bagi orang-orang yang berilmu untuk menghafal, membaca dan memahami (kandungan)nya”([6]).

Syarat Mendapatkan Ilmu Yang Bermanfaat

Setelah kita memahami definisi ilmu yang bermanfaat, dan bahwasanya hafalan yang kuat, atau kemampuan yang mengagumkan dalam berceramah dan menyampaikan materi kajian, maupun gelar dan titel yang disandang seseorang, tidaklah menjadi jaminan bahwa ilmu yang dimilikinya adalah ilmu yang bermanfaat yang akan selalu membimbingnya dalam menuju ridha Allah Ta'ala, apalagi dengan melihat kenyataan di jaman sekarang banyak orang yang dipuji karena hal-hal di atas, tapi sama sekali tidak terlihat pengaruh dan manfaat ilmu yang dipelajarinya dalam akhlak dan tingkah lakunya. Maka setelah itu, timbul pertanyaan, bagaimanakah cara untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat itu? Atau mungkin pertanyaan yang lebih tepat, bagaimanakah cara untuk menjadikan ilmu yang kita pelajari bermanfaat bagi kita dalam membimbing kita untuk semakin dekat kepada Allah Ta’ala, sehingga semakin banyak ilmu yang kita pelajari semakin kuat pula keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah?

Untuk menjawab pertanyaan penting di atas, dengan memohon taufik dari Allah Ta’ala, kami akan menyampaikan kesimpulan dari tulisan Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah tentang cara mengambil manfaat dari Al Qur-an (termasuk ilmu agama lainnya secara keseluruhan) dan syarat-syaratnya, dalam kitab beliau “Al Fawaaid” (hal. 9-10), dengan tambahan penjelasan dari kami untuk mempermudah dalam memahaminya.

Dalam pembahasan tersebut Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa secara umum untuk bisa mengambil pengaruh dan manfaat yang maksimal dari segala sesuatu yang ingin kita ambil pengaruh darinya, maka ada empat faktor yang harus diwujudkan, semakin sempurna keempat faktor ini terwujud maka semakin maksimal pula pengaruh yang kita dapatkan darinya. 
Keempat faktor itu adalah: 
[1] sumber pengaruh yang baik, 
[2] media untuk menerima pengaruh, 
[3] upaya untuk mendapatkan pengaruh tersebut, dan 
[4] upaya untuk menghilangkan penghalang dan penghambat yang menghalangi sampainya pengaruh tersebut.

Dalam hubungannya dengan mengambil manfaat dan pengaruh yang baik dari ilmu agama yang kita pelajari, keempat faktor tersebut terangkum dalam kalimat yang ringkas tapi sarat makna dalam firman Allah Ta’ala,

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan (pelajaran) bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang mengkonsentrasikan pendengarannya, sedang dia menghadirkan (hati)nya” (QS Qaaf:37).

Penjelasan tentang keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut:

Faktor pertama: sumber pengaruh (ilmu) yang baik, ini diisyaratkan dalam potongan ayat di atas, (“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan (pelajaran)”), artinya, kalau kita ingin mendapatkan pengaruh yang baik dan manfaat dari ilmu yang kita pelajari, maka kita benar-benar harus memilih sumber rujukan ilmu yang terjamin kebaikannya. Karena tujuan kita mempelajari ilmu agama tentu saja bukan hanya untuk sekedar menambah wawasan atau sekedar teori yang hanya berupa hafalan yang kuat atau kemampuan yang mengagumkan dalam berceramah, tapi tujuan kita adalah agar ilmu tersebut memberikan manfaat dalam membimbing kita untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Sehingga sumber ilmu yang kita jadikan rujukan benar-benar harus terbukti bisa mewujudkan tujuan tersebut.
Oleh karena itulah, Al Qur-an dan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sumber ilmu bermanfaat yang paling utama karena keduanya adalah wahyu dari Allah Ta’ala yang memiliki sifat-sifat yang maha sempurna. Demikian pula kitab-kitab yangditulis oleh para ulama salaf dan para ulama yang mengikuti petunjuk mereka, karena kitab-kitab ditulis oleh orang-orang yang benar-benar memiliki keikhlasan, ilmu dan ketakwaan, sehinggamanfaatnya dalam mentransfer kebaikan dan ketakwaan kepada orang yang mengkajinya jelas lebih besar dari pada kitab-kitab yang ditulis oleh orang-orang yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut.

Imam Ibnul Jauzi dalam kitab beliau “Shifatush shafwah” (4/122)([7]) menukil ucapan Hamdun bin Ahmad Al Qashshar([8]) ketika beliau ditanya, “Apa sebabnya ucapan para ulama salaf lebih besar manfaatnya dibandingkan ucapan kita?” Beliau menjawab, “Karena mereka berbicara (dengan niat) untuk kemuliaan Islam, keselamatan diri (dari azab Allah Ta’ala), dan mencari ridha Allah Ta’ala, adapun kita berbicara (dengan niat untuk) kemuliaan diri (mencari popularitas), kepentingan dunia (materi), dan mencari keridhaan manusia”.

Demikian pula termasuk dalam posisi sebagai sumber pengaruh dalam hal ini adalah seorang da’i dan ustadz yang menyampaikan ceramah atau kajian ilmu agama. Oleh karena itu, memilih pendidik ilmu agama yang baik dalam ilmu dan ketakwaannya adalah kewajiban yang selalu ditekankan oleh para ulama ahlus sunnah bagi para penuntut ilmu. Karena kalau seorang da’i atau ustadz tidak memiliki ketakwaan dalam dirinya, maka bagaimana mungkin dia bisa menjadikan muridnya memiliki ketakwaan sedangkan dia sendiri tidak memilikinya? Salah satu ungkapan Arab yang terkenal mengatakan:

“Sesuatu yang tidak punya tidak bisa memberikan apa-apa” ([9]).

Dalam sebuah ucapannya yang terkenal Imam Muhammad bin Sirin berkata, “Sesungguhnya ilmu (yang kamu pelajari) adalah agamamu (yang akan membimbingmu mencapai ketakwaan), maka telitilah dari siapa kamu mengambil (ilmu) agamamu”([10]).

Faktor penting inilah yang merupakan salah satu sebab utama yang menjadikan para sahabat Nabi r menjadi generasi terbaik umat ini dalam pemahaman dan pengamalan agama mereka. Bagaimana tidak?
Da’i dan pendidik mereka adalah Nabi yang terbaik dan manusia yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala, yaitu Nabi kita Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makna inilah yang diisyaratkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian (wahai para sahabat Nabi), (sampai) menjadi kafir, karena ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian (sebagai pembimbing)” (QS Ali ‘Imraan:101).

Imam Ibnu Katsir berkata, “Makna ayat di atas: sesungguhnya kekafiran itu sangat jauh dan tidak akan mungkin terjadi pada diri kalian (wahai para sahabat Nabi), karena ayat-ayat Allah turun kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di waktu siang dan malam, yang kemudian beliau membacakan dan menyampaikan ayat-ayat tersebut kepada kalian”([11]).

Contoh lain tentang peranan seorang pendidik yang baik adalah apa yang disebutkan dalam biografi salah seorang Imam besar dari kalangan tabi’in, Hasan bin Abil Hasan Al Bashri([12]) dalam kitab “Siyaru A’laamin Nubala’” (2/576), ketika Khalid bin Shafwan([13]) menerangkan sifat-sifat Hasan Al Bashri kepada Maslamah bin Abdul Malik([14]) dengan berkata, “Dia adalah orang yang paling sesuai antara apa yang disembunyikannya dengan apa yang ditampakkannya, paling sesuai ucapan dengan perbuatannya, kalau dia duduk di atas suatu urusan maka diapun berdiri di atas urusan tersebut…dan seterusnya”. Setelah mendengar penjelasan tersebut Maslamah bin Abdul Malik berkata, “Cukuplah (keteranganmu), bagaimana mungkin suatu kaum akan tersesat (dalam agama mereka) kalau orang seperti ini (sifat-sifatnya) ada di tengah-tengah mereka?”
Oleh karena itulah, ketika seorang penceramah mengadu kepada Imam Muhammad bin Waasi’([15]) tentang sedikitnya pengaruh ceramah yang disampaikannya dalam merubah akhlak orang-orang yang diceramahinya, maka Muhammad bin Waasi’ berkata, “Wahai Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa keadaan demikian (tidak terpengaruh dengan ceramah yang kamu sampaikan) tidak lain sebabnya adalah dari dirimu sendiri, sesungguhnya peringatan (nasehat) itu jika keluarnya (ikhlas) dari dalam hati maka (akan mudah) masuk ke dalam hati (orang yang mendengarnya)” ([16]).

Faktor kedua: Media untuk menerima pengaruh dan manfaat dari ilmu, dalam hal ini adalah hati yang bersih, ini yang diisyaratkan dalam potongan ayat di atas, (“bagi orang-orang yang mempunyai hati”). Artinya, kalau kita ingin mendapatkan pengaruh yang baik dan manfaat dari ilmu yang kita pelajari, maka kita benar-benar harus membersihkan dan menyiapkan hati kita, karena ilmu yang bermanfaat tidak akan masuk dan menetap ke dalam hati yang kotor dan dipenuhi noda syahwat atau syubhat.

Imam Ibnul Qayyim berkata, “Yang dimaksud dengan hati (sebagai media untuk menerima manfaat dan pengaruh dari ilmu di sini) adalah hati yang hidup (bersih dari noda syahwat atau syubhat) yang bisa memahami (peringatan) dari Allah, sebagaimana (yang disebutkan dalam) firman-Nya,

“Al Qur-an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya)” (QS Yaasiin: 69-70)([17]).

Oleh karena itu, upaya untuk melakukan tazkiyatun nufus (pembersihan hati dan pensucian jiwa) adalah hal yang wajib dan harus mendapat perhatian besar bagi para penuntut ilmu yang menginginkan manfaat yang baik dari ilmu yang dipelajarinya.

Secara ringkas, berdasarkan pengamatan terhadap ayat-ayat Al Qur-an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa untuk mengupayakan pembersihan dan pensucian jiwa, serta mengobati penyakit-penyakit hati yang menghalangi masuknya ilmu yang bermanfaat, maka ada tiga macam terapi penyembuhan yang harus ditempuh, yang beliau istilahkan dengan “madaarush shihhah” (ruang lingkup penyembuhan), dan ketiga macam cara inilah yang diterapkan oleh para dokter dalam mengobati pasien mereka. 

Tiga macam cara penyembuhan tersebut adalah:

1). Hifzhul quwwah (memelihara kekuatan dan kondisi hati), yaitu dengan memperbanyak melakukan ibadah dan amalan shaleh untuk meningkatkan keimanan, seperti mambaca Al Qur-an dengan menghayati kandungan maknanya, berzikir, mempelajari ilmu agama yang bermanfaat, utamanya ilmu tauhid, dan lain-lain.

2). Al Himyatu ‘anil mu’dzi (menjaga hati dari penyakit-penyakit lain), yaitu dengan cara menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa, maksiat dan penyimpangan-penyimpangan syariat lainnya, karena dosa-dosa tersebut akan semakin memperparah dan menambah penyakit hati.

3). Istifragul mawaaddil faasidah (menghilangkan/membersihkan bekas-bekas jelek/noda-noda hitam dalam hati yang merusak, sebagai akibat dari perbuatan dosa dan maksiat yang pernah dilakukan), yaitu dengan cara beristigfar (meminta pengampunan) dan bertaubat dengan taubat yang nashuh (ikhlas dan bersungguh-sungguh) kepada Allah Ta’ala([18]).

Faktor ketiga: upaya untuk mendapatkan pengaruh baik dan manfaat dari ilmu, yaitu dengan cara mengkonsentrasikan pendengaran kita terhadap nasehat dan peringatan yang disampaikan di hadapan kita. Ini yang diisyaratkan dalam potongan ayat di atas, (“Atau orang yang mengkonsentrasikan pendengarannya”).

Maksud dari faktor yang ketiga ini adalah, setelah kita mengupayakan sumber pengaruh ilmu yang baik, demikian pula media untuk menerima pengaruh baik tersebut, maka mestinya pengaruh baik dan manfaat dari ilmu tetap tidak akan didapat tanpa ada penghubung yang menghubungkan antara sumber dan media tersebut. Maka dalam hal ini, banyak membaca Al Qur-an dengan berusaha mengahayati kandungan maknanya, menghadiri majelis ilmu yang bermanfaat, mendengarkan ceramah dan menelaah buku-buku sumber ilmu yang bermanfaat adalah upaya yang harus kita lakukan dan terus ditingkatkan agar manfaat dan pengaruh baik dari ilmu makin maksimal kita dapatkan.

Faktor keempat: upaya untuk menghilangkan penghalang dan penghambat yang menghalangi sampainya pengaruh baik dari ilmu yang bermanfaat. Ini diisyaratkan dalam potongan ayat di atas, (“Sedang dia menghadirkan (hati)nya”). Ini berarti bahwa kelalaian dan berpalingnya hati dari memahami dan menghayati kandungan ilmu ketika ketika kita membaca Al Qur-an, menhadiri majelis ilmu, atau mendengarkan ceramah, ini adalah penghambat utama yang mengahalangi sampainya pengaruh dan manfaat dari ilmu yang sedang kita baca atau dengarkan.

Penutup

Selain mengusahakan keempat faktor di atas, yang tidak kalah pentingnya adalah faktor do’a, karena bagaimanapun taufik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat ada di tangan Allah Ta’ala semata-mata. Oleh karena itulah, di antara do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dari ilmu yang tidak bermanfaat, yaitu ucapan beliau:

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak mau tunduk (kepada-Mu), dari jiwa yan tidak pernah puas (dengan pemberian-Mu), dan dari do’a yang tidak dikabulkan”([19]).

Yang terakhir, perlu kita ingat bahwa kesungguhan dan upaya maksimal kita dalam mengusahakan semua faktor di atas sangat menentukan – dengan taufik dari Allah Ta’ala – dalam berhasil/tidaknya kita mendapatkan manfaat dan pengaruh baik dari ilmu yang kita pelajari, karena Allah Ta’ala akan memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada seseorang sesuai dengan kesungguhan dan upaya maksimal orang tersebut dalam melakukan sebab-sebab untuk mencapai kebaikan dalam agama ini.

Allah Ta’ala berfirman,

“Dan orang-orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh (dalam menundukkan hawa nafsu) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami berikan hidayah kepada mereka (dalam menempuh) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al ‘Ankabuut:69).

Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah ketika mengomentari ayat di atas berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan kesungguhan (manusia), maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah (dari Allah Ta’ala) adalah orang yang palingbesar perjuangan dan kesungguhannya”([20]).

Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan berdo’a dan memohon kepada Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan agung, serta sifat-sifat-Nya yang maha tinggi dan sempurna agar Dia menganugrahkan kepada kita semua taufik dan hidayah-Nya untuk bisa mendapatkan manfaat dan pengaruh yang baik dari ilmu yang kita pelajari, serta menjadikan kita semua tetap istiqamah di jalan-Nya yang lurus sampai kita menghadap-Nya nanti, Aamiin.

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni, MA

10 Prinsip Dalam Upaya Meraih Ilmu Yang Bermanfaat


بسم الله الرحمن الرحيم

Muqaddimah

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله ، وعلى آله وصحبه وبعد :

Saudaraku fillah ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri telah menunjukkan kepadaku buah penanya tentang prinsip-prinsip yang selayaknya dijalani oleh para penuntut ilmu. Sungguh aku melihat tulisan tersebut sebagai karya yang istimewa. Dia telah mendapatkan taufiq untuk mengumpulkan prinsip-prinsip yang dibutuhkan oleh penuntut ilmu, diiringi dengan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
Kesimpulannya, penulis telah melakukan suatu yang bagus dan memberikan faidah. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan, dan semoga Allah membanyakkan yang semisal ini.
Aku memberikan semangat kepada para penuntut ilmu untuk menghafal dan memperhatikan prinsip-prinsip ini. Wabillahit Taufiq.
Ahmad bin Yahya An-Najmi
27-4-1421 H
* * *

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على رسول الله، أما بعد :

Tulisan ini merupakan penjelasan ringkas tentang prinsip-prinsip penting yang diperlukan oleh seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi (menuntut ilmu syar’i). Saya wasiatkan dan saya ingatkan diriku dan saudara-saudaraku sekalian dengannya, karena sesungguhnya seorang yang menempuh jalan thalabul ‘ilmi dan ingin menuai hasilnya maka harus ada 10 prinsip :
>> Pertama: Meminta Tolong Kepada Allah
Manusia itu lemah. Tidak ada daya dan kekuatan baginya kecuali dari Allah. Apabila dia diserahkan pada dirinya sendiri, maka sungguh dia akan hancur dan binasa. Namun kalau dia menyerahkan segala urusannya kepada Allah Ta’ala dan meminta tolong kepada-Nya dalam menuntut ilmu, maka Allah pasti akan menolongnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan dorongan untuk berbuat demikian dalam Kitab-Nya yang mulia, Allah befirman :

( إياك نعبد وإياك نستعين )

Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami minta pertolongan. [Al-Fatihah : 5]
Allah juga berfirman :

(ومن يتوكل على الله فهو حسبة ) [ الطلاق : 3]

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia yang akan menjadi sebagai pencukupnya.” [Ath-Thalaq: 3]
Allah juga berfirman :

( وعلي الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين ) ]المائدة : 23[

"dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian memang kaum mukminin."
Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :

لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير ، تغدو خماصاً ، وتروح بطاناً

"Kalau seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rizki kepada kalian, sebagaimana Dia memberi rizki pada burung, yakni burung tersebut berangkat pagi dalam keadaan lapar, pulang sore hari dalam keadaan kenyang." *1
Sebesar-besar rizki adalah : ilmu.
Nabi kita Muhammad Shallahu 'alaihi wa Sallam senantiasa bertawakkal dan meminta pertolongan kepada Rabbnya dalam segala urusan beliau. Dalam doa keluar rumah yang sah dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam terdapat dalil yang menunjukkan hal tersebut. Beliau berdo'a :

بسم الله توكلت على الله ولا حول ولا قوة إلا بالله

"Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah." *2
>> Kedua: Niat yang baik
Seseorang niatnya harus karena Allah 'Azza wa Jalla dalam menuntut ilmu. Bukan menginginkan didengar (orang lain) atau pun ingin terkenal, tidak pula karena kepentingan-kepentingan duniawi. Barangsiapa yang menjadikan niatkan hanya karena Allah, maka Allah akan memberikan taufiq padanya serta memberikan pahala atas amalannya tersebut. karena (menuntut) ilmu adalah ibadah, bahkan termasuk ibadah yang terbesar.
Suatu amalan, seorang hamba tidak akan diberi pahala atas amalan tersebut, kecuali apabila dia mengikhlashkan karena Allah, dan mengikuti Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

( إن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون ) [ النحل : 128[

"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan." [An-Nahl: 128]
Ketaqwaan yang terbesar adalah mengikhlashkan niat karena Allah. Adapun orang yang riya’ dalam menuntut ilmu, disamping dia rugi di dunia, dia juga akan diadzab di Hari Akhir. Sebagaimana dalam hadits yang menjelaskan tentang 3 orang yang diseret di atas wajah-wajah mereka. Salah satu dari tiga orang tersebut adalah seorang penuntut ilmu, yang mencari ilmu agar dirinya dikatakan sebagai orang ‘alim (berilmu), dan dia telah dikatakan demikian. *3
>> Ketiga: Merendah Kepada Allah dan Memohon Kepada-Nya Taufiq dan Ketepatan
Serta meminta kepada Rabbnya tambahan dalam menuntut ilmu. Seorang hamba itu faqir, sangat butuh kepada Allah. Dan Allah Ta’ala telah memberikan motivasi hamba-hamba-Nya untuk meminta dan merendah kepada-Nya. Allah berfirman :

( ادعوني أستجب لكم ) [ غافر : 60[

"Berdo'alah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan untuk kalian." [Ghafir: 60]
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

( ينزل ربنا كل ليلة إلي سماء الدنيا حين يبقى ثلث الليل الآخر ، فيقول: من يدعوني فأستجب له ، من يسألني فأعطية ، ومن يستغفرني فأغفر له)

“Rabb kita tiap malam turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir, seraya berkata: ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku pasti akan Aku kabulkan, barangsiapa yang meminta kepada-Ku niscaya Aku beri dia, dan barangsiapa yang meminta ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni dia.” *4
Allah ‘Azza wa Jalla juga telah memerintahkan Nabi-Nya untuk memohon kepada-Nya tambahan ilmu.
Allah berfirman :

( وقل رب زدني علما ) [ طه: 114]

Dan katakanlah (dalam doamu) Wahai Rabbku, tambahkan untukku ilmu. [Thaha: 114]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman mengisahkan tentang Nabi Ibrahim ‘alahis salam :

( رب هب لي حكما وألحقني بالصالحين ) [ الشعراء: 83]

(Ibrahim berdoa): “Ya Rabbi, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalihin.” [Asy-Syu'ara: 83]
Hikmah di sini yang dimaksud adalah ilmu. Sebagaimana sabda Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam :

إذا اجتهد الحاكم … الحديث

Apabila seorang hakim (berilmu) telah berijtihad … *5
Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam pernah mendo’kan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu agar diberi kekuatan hafalan. *6
Beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam juga mendo’akan shahabat Ibnu ‘Abbas agar diberi karunia ilmu. beliau berdo’a :

اللهم فقهه في الدين ، وعلمه التأويل

Ya Allah, jadikan ia faqih (berilmu) tentang agama, dan ajarkanlah padanya ilmu tafsir.” *7
Allah pun mengabulkan doa beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Maka shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu tidaklah beliau mendengar satu hadits/ilmu kecuali beliau menghafalnya. Dan jadilah Ibnu ‘Abbas Radhiyallah ‘anhuma sebagai hibrul ummah dan turjumanul qur`an (gelar bagi shahabat Ibnu ‘Abbas karena keilmuannya yang sangat luas dan pemahamannya yang sangat mendalam terhadap tafsir Al-Qur’an).
Para ‘ulama pun senantiasa berjalan di atas prinsip ini. Inilah Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau menuju ke masjid, kemudian sujud kepada Allah dan meminta kepada-Nya dengan mengatakan: “Wahai Dzat yang telah mengajari Nabi Ibrahim, ajarilah aku. Wahai Dzat yang telah memberikan pemahaman kepada Nabi Sulaiman, pahamkanlah aku.”
Maka Allah pun mengabulkan doa beliau. Sampai-sampai Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah mengatakan: “Sungguh Allah telah mengumpulkan ilmu untuknya, sampai seakan-akan ilmu tersebut berada di antara kedua matanya, yang bisa beliau ambil sekehendak beliau.”
>> Keempat: Kebaikan Hati
Hati merupakan wadah bagi ilmu. apabila wadah tersebut bagus, maka bisa melindung dan menjaga sesuatu yang ada di dalamnya. Namun apabila wadanya rusak, maka sesuatu yang ada di dalamnya bisa hilang.
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menjadikan hati sebagai dasar bagi segala sesuatu. Beliau bersabda :

ألا وإن في الجسد مضغه ، إذا صلحت صلح الجسد كله ، وإذا فسدت فسد الجسد كله ، ألا وهي القلب

“Ketahuilah bahwa dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging tersebut baik, maka baiklah seluruh jasad. Namun jika jelek, maka jasad seluruhnya pun jelek. Ketahulah bahwa segumpal daging tersebut adalah hati.” *8
Kebaikan hati akan terwujud dengan ma’rifatullah (mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala) dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya, serta merenungkan makhluk-makhluk dan ayat-ayat-Nya.
Kebaikan hati juga akan terwujud dengan merenungkan Al-Qur`anul ‘Azhim. Demikian juga kebiakan hati akan terwujud dengan banyak sujud dan shalat malam.
Hendaknya seseorang menjauh/menghindarkan dari perusak-perusak dan penyakit-penyakit hati. Perusak dan penyakit tersebut apabila ada dalam hati, maka hati tersebut tidak akan mampu membawa ilmu, kalau pun bisa membawanya namun ia tidak akan memahaminya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik yang sakit hatinya,
Mereka punya hati namun mereka tidak bisa memahaminya. [Al-A'raf: 179]
Penyakit-penyakit hati, terbagi dua: syahwat dan syubhat.
  • Syahwat, seperti cinta dunia dan berbagai kelezatannya, serta menyibukkan diri denganya, senang kepada gambar-gambar yang haram, suka mendengarkan sesuatu yang diharamkan berupa suara musik atau lagu, dan juga melihat sesuatu yang haram.
  • Syubhat, seperti keyakinan-keyakinan yang rusak, amal-amal yang bid’ah, menisbahkan diri pada berbagai paham pemikiran bid’ah yang menyimpang dan menyelisihi manhaj salaf.
Termasuk penyakit hati yang bisa menghalangi dari ilmu adalah, hasad ,khianat, dan sombong.
Termasuk perusak hati juga adalah kebanyakan tidur, banyak bicara, dan banyak makan.
Maka hendaknya dihindarkan penyakit-penyakit dan perusak-perusak kebaikan hati di atas.
>> Kelima: Kecerdasan
Kecerdasan itu ada yang alami, ada pula yang muktasab (bisa diupayakan). Apabila seseorang memang cerdas, maka dia harus semakin menguatkannya. Kalau tidak, maka dia harus menampa diri agar bisa meraih kecerdasan tersebut.
Kecerdasan merupakan di antara sebab kuat yang menunjang dalam pengumpulan ilmu, memahami, dan menghafalnya, serta membedakan antara berbagai masalah, memadukan dalil-dalil, dan sebagainya.
>> Keenam: Antusias Mengumpulkan Ilmu merupakan sebab untuk bisa memperolehnya dan mendapatkan pertolongan Allah Ta’ala terhadapnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

( إن الله مع الذين اتقوا والذين هو محسنون ) [ النحل: 128]

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” [An-Nahl: 128]
Seseorang apabila dia tahu tentang nilai penting sesuatu, maka ia akan antusias untuk meraihnya. Sedangkan ilmu merupakan suatu terbesar yang semestinya diraih oleh seseorang.
Maka wajib atas penuntut ilmu: Antusias yang kuat untuk menghafal dan memahami ilmu, duduk bersama para ‘ulama dan talaqqi ilmu langsung dari mereka, semangat untuk banyak membaca, menyibukkan umur dan waktunya (untuk ilmu), dan sangat perhitungan terhadap waktunya.
>> Ketujuh: Keseriusan, Kesungguhan, dan Kontiunitas dalam Meraih Ilmu
Menjauh dari kemalasan dan kelemahan. Mujahadatun Nafs (memerangi diri sendiri) dan memerangi syaithan. Jiwa dan Syaithan merupakan dua penghalang amalan menuntut ilmu.
Di antara sebab yang membantu membangkitkan kesungguhan dalam menuntut ilmu adalah: Membaca biografi-biografi para ‘ulama, tentang kesabaran, kekokohan menanggung beban/resiko, dan perjalanan mereka dalam meraih ilmu dan hadits.
>> Kedelapan: Konsentrasi
Yaitu seorang penuntut ilmu mencurahkan segala kesungguhannya hingga ia berhasil sampai kepada tujuannya dalam ilmu dan kekokohan padanya, baik kekuatan hafalan, pemahaman, dan pondasi yang kokoh.
>> Kesembilan: Terus Berada di Sisi Guru dan Pengajar
Ilmu itu diambil dari mulut para ‘ulama. Maka seorang penuntut ilmu, agar kokoh dalam ilmu di atas pondisi yang benar, maka hendaknya ia bermulazamah kepada ‘ulama, talaqqi (mengambil) ilmu langsung dari mereka. Sehingga pencarian ilmunya tegak di atas kaidah-kaidah yang benar. mampu melafazhkan nash-nash qur’ani dan hadits dengan pelafazhan yang benar, tidak ada kesalahan maupun kekeliruan. Memahami ilmu dengan pemahaman yang tepat sesuai maksudnya. Dan lebih dari itu, dia bisa mengambil faidah dari ‘ulama: adab, akhlaq, dan sifat wara’. Hendaknya dia menghindar agar jangan sampai yang menjadi gurunya adalah kitab. Karena sesungguhnya barangsiapa yang gurunya adalah kitabnya maka ia akan banyak salahnya sedikit benarnya.
Demikianlah, inilah yang terjadi pada umat ini. Tidak seorang tampil menonjol dalam ilmu kecuali ia sebelumnya telah tertarbiyyah dan terdidik di hadapan ‘ulama.
>> Kesepuluh: Menempuh Waktu yang Lama
Janganlah seorang penuntut ilmu mengira bahwa menuntut ilmu akan selesai sehari atau dua hari, setahun atau dua tahun. Bahkan menuntut ilmu itu butuh kesabaran bertahun-tahun.
Al-Qadhi ‘Iyadh ditanya,
“Sampai kapan seseorang itu menuntut ilmu?”
Beliau menjawab,
“Sampai mati, sehingga tintanya menemaninya sampai ke kuburnya.”
Al-Imam Ahmad berkata:
“Aku duduk mempelajari Kitabul Haidh selama sembilan tahun hingga aku memahaminya.”
Demikianlah, para penuntut ilmu yang cerdas senantiasa duduk bermulazamah kepada ‘ulama selama sepuluh tahun atau dua puluh tahun. Bahkan sebagian mereka terus bermulazamah hingga Allah mewafatkannya.
Inilah beberapa prinsip yang perlu untuk diperhatikan oleh penuntut ilmu guna meraih ilmu.
Saya memohon kepada Allah agar memberikan taufiq terhadap kita dan antum kepada ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih.

وصلي الله على نبينا محمد ، وعلي آله وصحبه ومن تبعهم واقتفي أثرهم بإحسان إلي يوم الدين .

تم ولله الحمد .

Ditulis Oleh: Asy Syaikh ‘Abdullah bin Shalfiq Azh-Zhafiri
Muqoddimah Oleh : Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi
Catatan Kaki :
* 1: HR. Ahmad (I/30), At-Tirmidzi (2344), Ibnu Majah (4164), dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 310.
* 2: HR. Abu Dawud (5095). At-Tirmidzi (3426), dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallah ‘anhu. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Al-Kalimuth Thayyib no. 59.
* 3: Yaitu hadits dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam menceritakan tentang tiga orang yang pertama kali diadili para hari Kiamat nanti, salah satu di antara mereka adalah orang yang diberi karunia ilmu :
… وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ فَأُتِىَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ. قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ. وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ. فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِىَ فِى النَّارِ. …
“… dan seorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta rajin membaca Al-Qur’an. Maka ia pun didatangkan, kemudian diperlihatkan kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, maka ia pun mengakuinya. Allah berkata: ‘Apa yang kamu amalkan dengan nikmat-nikmat tersebut?’ Dia menjawab: ‘Saya mempelajari ilmu dan mempelajarinya, serta aku rajin membaca Al-Qur’an karena Engkau.’ Allah menjawab: ‘kamu telah berdusta!! Engkau mempelajari ilmu karena ingin dikatakan sebagai seorang yang ‘alim (berilmu), dan engkau rajin membaca Al-Qur’an supaya dikatakan dia adalah qari’, dan kamu telah dikatakan demikian.’ Maka dia diperintahkan diseret di atas wajah, kemudian dicampakkan ke dalam Neraka. …” [HR. Muslim 1905]
* 4: HR. Al-Bukhari 1145, Muslim 758, dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu
* 5: HR. Al-Bukhari 7352, Muslim 1716 dari shahabat ‘Amr bin Al-’Ash dan shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhuma.
* 6: Lihat HR. Al-Bukhari 119
* 7: Penggal pertama do’a ini: (اللهم فقهه في الدين ) diriwayatkan oleh Al-Bukhari 143. Adapun penggal kedua diriwayatkan oleh Ath-Thabarani. Lihat Ash-Shahihah no. 2589.
* 8: HR. Al-Bukhari no. 52, Muslim 1599, dari shahabat An-Nu’man bin Basyir Radhiyallah ‘anhu.
Sumber:
www.dammajhabibah.wordpress.com